MBKM sebagai Jalur Transformasi Pendidikan Tinggi
Dua tahun belakangan, perubahan signifikan terjadi di berbagai aspek kehidupan karena pandemi Covid-19. Tanpa terkecuali dunia pendidikan yang juga turut merasakan dampaknya. Seiring dengan digitalisasi yang berjalan pesat, adaptasi dengan pola kebiasaan baru harus dilakukan. Hal tersebut kemudian menjadi tantangan tersendiri bagi para insan yang bergelut di dunia pendidikan, mereka harus mampu berorientasi ke masa depan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di Indonesia saat ini terdapat kurang lebih 4.670 perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa mencapai lebih dari 8 juta. Meskipun begitu, pada Februari 2022 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka pengangguran dari jenjang sarjana masih menyentuh hampir 900 ribu orang.
Hal tersebut jelas menjadi sebuah kontradiksi dan menunjukkan bahwa masih rendahnya kualitas lulusan perguruan tinggi. Dalam kesempatan menjadi keynote speaker di acara pembukaan Konferensi Nasional V Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Jumat, 04-11-2022, Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. selaku Kepala LLDikti Wilayah V DIY berbicara mewakili Kemendikbudristek RI tentang problematika ini.
Aris menggarisbawahi bahwa masih terdapat dua miss match yang menyebabkan angka pengangguran sarjana masih tinggi. Pertama adalah vertical miss match, yaitu kondisi di mana tingkat pendidikan tidak sesuai dengan tingkat pekerjaan. Kedua adalah horizontal miss match, yaitu latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan fungsi pekerjaan.
“Diperlukan adanya link and match untuk menyinergikan perguruan tinggi dengan industri sebagai penyedia pekerjaan,” jelas Aris.
Sebagai upaya menyikapi isu tersebut dan transformasi pendidikan tinggi, Kemendikbudristek menginisiasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di awal tahun 2020. Program ini memiliki sasaran utama meningkatkan kompetensi dan kualitas mahasiswa serta meningkatkan relevansi lulusan sarjana agar dapat menjadi tenaga kerja andal. “MBKM hadir menjadi mata rantai penghubung antara perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja,” terang Aris.
Di tengah upaya pembangunan kualitas pendidikan tinggi, perguruan tinggi harus mampu mendisrupsi diri dan menyiapkan mahasiswa sebagai pembelajar sepanjang hayat yang responsif dan adaptif terhadap perubahan zaman. Perguruan tinggi juga didorong untuk membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan passion. (tsa)