Kajian Dhuha “Puasa dan Pendidikan Anak” Masjid Islamic Center UAD dengan narasumber H. Muhammad Jamaludin Ahmad, S.Psi. (Foto: Istimewa)
Ada 3 hal penting yang termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah: 183. Pertama, modal puasa adalah iman, karena yang dipanggil dalam ayat tersebut hanyalah orang-orang yang beriman. Kedua, puasa sebagai proses, yaitu ditempa oleh Allah dalam sebuah madrasah Ramadan agar kemudian bisa menjadi orang yang bertakwa. Ketiga, orang yang bertakwa sebagai hasil. Salah satu makna yang dapat diambil dari kata takwa adalah pengendalian diri. Jadi, inti dari puasa adalah menempa diri agar mampu menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah dan mampu melaksanakan perintah-perintah Allah yang dalam konteks Ramadan adalah amaliah Ramadan serta seluruh amal yang menyertainya. Pengendalian diri ini merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan.
Itulah pemaparan pembuka yang disampaikan oleh H. Muhammad Jamaludin Ahmad, S.Psi., Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Kajian Dhuha yang dilaksanakan secara luring di lantai 2 Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube pada Sabtu, 10 Ramadan 1444 H/1 April 2023.
Jamaludin Ahmad menuturkan, “Indikator orang yang berhasil puasanya dalam perspektif psikologi adalah orang yang dengan puasanya makin mampu mengendalikan diri. Oleh karena itu, untuk mampu mengendalikan diri butuh sebuah proses berlatih yakni membiasakan nilai-nilai baik untuk dijalankan dan menjauhi nilai-nilai yang dilarang. Sebab terbiasa berproses tersebut maka ia akan mampu mengendalikan dirinya dengan baik.”
Ia menambahkan, “Dalam dunia psikologi pengendalian diri itu menjadi ciri utama seseorang sehat jiwanya atau tidak. Jika seseorang tidak dapat mengendalikan dirinya, maka ia akan mengalami gangguan atau penyimpangan kepribadian. Orang yang berpuasa akan mendapat pahala, hikmah dan manfaat, serta dampak semakin sehat jiwanya, emosi maupun psikologinya.”
Puasa Ramadan Merupakan Model Pendidikan Keluarga
Puasa Ramadan menjadi salah satu model pendidikan keluarga yang patut dioptimalkan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Ibadah puasa memberikan edukasi positif bagi sikap keberagamaan (religiusitas) anak di bawah bimbingan dan keteladanan orang tua, serta dukungan masyarakat lingkungannya.
Salat dan Puasa Harus Dilatih Sejak Dini
Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Awlad menjelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan orang tua untuk mendidik anaknya mendirikan salat sejak usia 7 tahun. Melalui perintah salat ini dapat disamakan dengan puasa. Mari latih anak-anak secara bertahap untuk melakukan puasa jika mereka kuat.
Hikmah Puasa
Adapun hikmah puasa berdasarkan Q.S. Al-Baqarah ayat 183‒188 yaitu orang beriman diproses meningkatkan kualitas imannya menjadi insan yang bertakwa. Puasa juga mendatangkan banyak manfaat dan kebaikan, menjadikan orang yang berpuasa lebih tambah rasa syukurnya kepada Allah, menjadikan manusia selalu berada pada jalan kebenaran/Islam, menjadi lebih bertakwa kepada Allah, dan menjadikan manusia tidak mau mencuri maupun berbuat curang.
Nilai-Nilai Penting dalam Puasa
Nilai-nilai penting dalam puasa yang dapat ditemui dan pelajari yaitu iman, proses latihan penempaan, disiplin, motif dan motivasi, rasa syukur, empati, literasi, mengelola emosi, dan lain sebagainya.
Puasa untuk Pendidikan Anak
Adapun untuk pendidikan anak, puasa juga dapat melatih dalam banyak bidang. Di antaranya sebagai berikut.
1. Pendidikan Akidah
Saat berpuasa mereka akan merasakan bahwa Allah senantiasa mengawasinya sehingga tidak berani makan dan minum meski ia bisa bersembunyi dari penglihatan orang tua, saudara maupun teman-temannya. Inilah pendidikan akidah yang fundamental, tidak sekadar meyakini keberadaan Allah tetapi juga teraplikasi dalam perilakunya.
2. Pendidikan Ibadah
Tidak hanya melaksanakan ibadah puasa saja, tetapi sejumlah ibadah lain juga dibiasakan dengan melibatkan keluarga secara bersama seperti salat fardu jamaah, Tarawih, zikir, tadarus, berinfak, dan zakat fitrah. Pembiasaan ibadah ini efektif dilakukan untuk mendidik anak agar menjadi hamba yang saleh.
3. Pendidikan Akhlak
Berbagai macam akhlak mulia ditanamkan dan dibiasakan saat berpuasa kepada anak seperti disiplin, jujur, sabar, berkata santun, tolong menolong, dan menghargai orang lain. Selama puasa anak dituntun menjauhi perilaku buruk. Sabda Nabi Muhammad saw., “Sesungguhnya menggunjing dan berdusta merusak puasa.” (H.R. At-Tirmidzi).
4. Pendidikan Psikologi/Emosi
Ketika puasa umat Islam dianjurkan untuk tidak marah, tidak mudah tersinggung, dan dilarang bertengkar atau berkelahi. Orang yang berpuasa dididik untuk memiliki kepribadian yang baik, peduli, dan berempati pada orang lain.
5. Pendidikan Komunikasi
Ketika orang sedang menjalankan puasa Ramadan, ia dilarang untuk bicara kotor dan bicara yang tidak ada gunanya. Ia diperintahkan untuk bicara yang baik, mulia dan bermakna akan mendatangkan pahala, manfaat, serta menguatkan silaturahmi dan ukhuwah.
6. Pendidikan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Takwa bermakna menjaga atau memelihara diri dari yang dilarang Allah serta dari segala hal yang membahayakan dan menghancurkan keimanan maupun keislaman setiap diri manusia. Ketakwaan tidak akan terwujud pada orang yang berpuasa tetapi tidak peduli untuk berdakwah amar ma’ruf nahi munkar kepada dirinya, keluarganya, maupun orang lain.
“Puncak orang yang berpuasa tidak akan melakukan kemungkaran. Melalui puasa Ramadan, anak-anak sejak dini dididik untuk mengetahui mana yang baik dan buruk, salah dan benar, serta mudharat dan manfaatnya,” terang Jamal.
Sementara itu, terdapat 5 kecerdasan sesuai dengan 5 wahyu Allah yang turun awal yaitu intelektual/akal, emosional/psikologis, spiritual/ruhiyah, sosial/akhlak, dan ideologi/akidah. Kelimanya perlu ditanamkan kepada anak-anak. (zhr)
uad.ac.id