Ketentuan Islam terhadap Utang dan Pelunasan Utang
“Berutang itu boleh, asal dengan niat untuk melunasinya di kemudian waktu. Sebab, utang merupakan suatu kewajiban yang harus dibayar, ini merupakan bentuk tanggung jawab kepada sesama manusia. Sampai kapan pun, utang tetaplah disebut utang, ia tidak akan gugur sampai terlunasi atau melalui kerelaan hati si pemberi utang.”
Kalimat itu diucapkan Rahmadi Wibowo, Lc., M.A., M.Hum., selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Ia menjadi narasumber pada program tanya-jawab perihal agama yang tayang di kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD, Jumat 28 Oktober 2022.
Pada sesi perihal utang, Rahmadi mengutip Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282 yang artinya, “Wahai orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya, dan hendaklah seorang di antara kalian menuliskannya dengan benar.”
“Maksud dari ayat ini ialah, dengan mencatat utang yang dikeluarkan atau dipinjam maka itu merupakan suatu bentuk jaminan bahkan menjadi bukti konkret. Dalam catatan tersebut terdapat ketentuan waktu pelunasan, ini penting untuk menghindari masalah yang bisa timbul di kemudian hari,” jelas Rahmadi.
Ia juga menegaskan bahwa seseorang yang berutang harus disertai dengan niat untuk melunasinya. Sebagaimana Rasulullah bersabda dalam Hadis Bukhari, “Siapa saja yang mengambil harta manusia (berutang) dengan niat melunasinya, Allah akan memudahkan orang tersebut untuk membayarnya.” Namun sebaliknya ungkap Rahmadi, jika berutang dengan maksud tidak melunasinya maka Allah akan murka dan memberi hukuman kepada yang dengan sadar melakukannya.
“Fenomena yang terjadi saat ini, orang yang ketika ditagih untuk membayar utangnya justru tidak senang terlebih lagi marah. Ini adalah perilaku yang tidak sesuai dengan syariah, jangan sampai ini kembali terjadi,” pesan Rahmadi.
Lalu bagaimana jika orang yang diutangi telah tidak diketahui keberadaannya? Rahmadi mengimbau orang yang berutang melakukan serangkaian usaha untuk menemukan orang tersebut (pemberi hutang). Semisal dengan melakukan usaha tetap saja tidak membuahkan hasil atau dalam kasus lain orang tersebut telah wafat, maka utang bisa dilunaskan kepada ahli warisnya. Misal orang yang memberi utang tidak memiliki ahli waris atau tidak ditemukan, langkah bijak lainnya ialah melakukan pelunasan utang dengan bersedekah.
“Namun ingat, sedekahnya pun harus kepada yang menyangkut kepentingan umat Islam, contohnya dengan bersedekah kepada masjid, lembaga amil zakat, dan lain sebagainya. Jangan sampai keliru dalam memberikan sedekah ini,” tutup Rahmadi. (did)