Merawat Hak Pilih dalam Pemilu
“Jadi, mulai tanggal 12 Februari 2023 kami sudah melakukan pemutakhiran data pemilih untuk memastikan bahwa warga negara yang telah memiliki hak pilih itu tercatat dalam data yang akurat. Petugas akan datang dari rumah ke rumah untuk memastikan bahwa pemilih yang tercantum dalam daftar itu memang telah memenuhi syarat.”
Begitulah yang diucapkan Hamdan Kurniawan, S.I.P, M., M.A. Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY) itu hadir pada Kamis, 9 Februari 2023 di Amphitarium Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) untuk mengisi seminar nasional Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) UAD.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Kemudian kami juga mencatat pemilih yang berada di tempat-tempat khusus yang rentan tidak terfasilitasi, seperti di rumah sakit, rumah tahanan, panti rehabilitasi, dan tempat bencana. Contohnya mereka yang sedang berada di lapas narkotika Pakem, nanti kami sediakan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di sana.”
Dalam hal itu, Hamdan Kurniawan bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenhumkam) serta pihak lapas untuk memastikan bahwa mereka memenuhi syarat sebagai pemilih dan berhak mendapat fasilitas hak pilih.
“Sebelumnya, kami pun mengupayakan tempat-tempat yang rentan termasuk relokasi bencana. Misalnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang bertepatan dengan Covid-19 sekaligus bencana alam di Cangkringan akibat aktivitas Merapi. Kami sediakan tempat yang mudah diakses oleh pemilih,” imbuhnya.
Selanjutnya, salah satu persoalan yang berkaitan dengan partisipasi menggunakan hak pilih adalah pemilih rantau. Menurutnya, di Jogja pemilih rantau cukup banyak dan pada tahun 2019 lalu ada 57.000. Hal ini menjadi fenomena khas, mengingat Jogja adalah kota pelajar.
“Pada waktu itu letak masalahnya adalah kurangnya fasilitas surat suara. Jadi untuk pengaturan Pemilu tahun ini akan disediakan TPS khusus sesuai dengan peraturan KPU No. 7 Tahun 2022. Kaitannya dengan itu, kemarin kami juga sudah mengundang 55 kampus termasuk UAD. Jika pihak kampus menyediakan ruangan untuk TPS, tentunya kami sangat bersyukur,” ungkap Hamdan Kurniawan.
Persoalan lainnya adalah pindah karena terdapat proyek besar yang mengakibatkan beberapa pemilih pindah akibat adanya relokasi lahan, sehingga perlu dilakukan pelacakan keberadaan pemilih agar terdaftar dan jelas penempatan TPS-nya.
Terakhir, ia menyatakan bahwa dalam catatannya pemilih disabilitas tingkat partisipasinya masih rendah, berkisar hanya 30–40%. Penyebabnya karena pembuatan KTP elektroniknya terbatas dan masih ada pihak keluarga yang malu untuk mendaftarkan anggota keluarganya yang disabilitas.
“Oleh karena itu, kami berharap jika persoalan-persoalan pemilih ini bisa terkurangi sehingga Pemilu kita lebih berkualitas, demokrasi, dan nondiskriminatif karena di mata hukum kedudukan kita sama,” pungkasnya. (SFL)