Ciptakan Inovasi Pembelajaran untuk Penyandang Disleksia, Mahasiswa UAD Raih Penghargaan Internasional
Tim Abimanyu Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang dibimbing oleh Imam Azhari, S.Si., M.Cs., berhasil ciptakan inovasi treatment applications for dyslexia (Hi-qpo): High intelligence prototype for dyslexic people based on observation.
Latar belakang pembuatannya karena keprihatinan terhadap kurangnya layanan pendidikan yang sesuai dengan penderita disleksia. Selain itu, selama ini dibutuhkannya metode pembelajaran khusus agar mereka bisa memahami alfabet sehingga tidak merasa depresi atau rendah diri ketika pembelajaran berlangsung.
Tim yang beranggotakan Imam Mahdi, An Syafarino Armawahyudi, Asna Adira Finan, Annisa Nurrohiim, dan Zulfatin Nafisah, melalui inovasi ciptaannya tersebut berhasil menyabet medali silver dalam ajang International Science and Invention Fair 2022. Acara itu diselenggarakan di Universitas Pendidikan Ganesha, Bali, pada 1–5 November 2022, yang diikuti oleh 614 tim dari 32 negara.
“Kami menciptakan sebuah prototipe khusus berisi edukasi sederhana yang dikemas secara menarik untuk penderita disleksia,” papar Asna. Ia juga mengatakan terdapat makna tersendiri di balik kata Hi-qpo.
“Fun fact, kata Hi-qpo yang seharusnya dibaca Hi-ppo diambil huruf p awal menjadi q. P terbalik memiliki filosofi bahwa bagi penyandang disleksia, huruf p akan terbaca q sehingga mereka sering kesulitan membedakan huruf,” terangnya.
Hi-qpo adalah prototipe pertama yang berisi 2 fitur utama. “Converter” berisi alat penerjemah alfabet normal ke alfabet khusus disleksia yang didesain dengan simbol dan tanda tertentu, yang nantinya sebagai kunci pemahaman penderita disleksia.
Tak hanya itu, Hi-qpo tim juga menyediakan fitur bernama “Edugames” yaitu permainan melatih otak yang bertujuan meningkatkan daya ingat penderita terhadap alfabet khusus. Dari permainan ini, pengguna dapat mengaktifkan sensor tubuh mulai dari audio-visual dan touch/movement.
“Fitur unggulan Edugames mencerminkan pemahaman Hi-qpo tim kepada penderita disleksia yang merasa jenuh dalam pemahaman alfabet pada fitur Converter,” Asna menegaskan.
Untuk melengkapi paper dan memperkuat pengetahuan sebagai bekal presentasi, tim melakukan penelitian lapangan ke SDN 1 Giwangan, Tegalturi, Yogyakarta, agar mengetahui sistem pembelajaran yang sudah diterapkan ke sekolah inklusif. Mereka pun melakukan wawancara kepada salah satu guru yang sudah terjun di bidang mengajar anak-anak berkebutuhan khusus mental.
Asna berharap timnya dapat terus berinovasi dan mengembangkan prototipe ciptaannya menjadi aplikasi yang unggul dan bisa digunakan secara luas. (eka)