Waspada, Mikroplastik Sudah Mencemari Air Hujan di Yogyakarta
Para peneliti tidak henti-hentinya menemukan pencemaran mikroplastik di lingkungan. Kali ini, mikroplastik telah terdeteksi pada air hujan yang jatuh pada jalan raya di pusat kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat Yogyakarta yang masih banyak menampung air hujan untuk keperluan sehari-hari.
Menurut riset yang dilakukan Tim PKM-RE Program Studi Biologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang beranggotakan Safa Auli Zahra, Maydiana Ayu Andini, Almaida Khansa Gunawan, dan didampingi Inggita Utami, M.Sc., mikroplastik telah terdeteksi pada jalan raya di sepanjang garis imajiner atau sumbu khayal yang membentang dari Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, hingga Kabupaten Sleman.
Kandungan mikroplastik tertinggi ditemukan pada sampel air hujan yang jatuh di kawasan Monumen Tugu Yogyakarta yaitu sebesar 393 partikel/L, disusul oleh sampel yang diamati pada jalan raya di depan Pasar Bantul yaitu 350 partikel/L, dan di Jalan Kaliurang kilometer 14 sekitar 322 partikel/L.
Kandungan mikroplastik yang cukup mencengangkan itu berkorelasi salah satunya dengan padatnya kendaraan bermotor yang melintasi jalan raya di pusat kota dan kabupaten di Provinsi DIY. Menurut riset yang dilakukan peneliti dari University of Hamburg, Jerman, sumber utama mikroplastik di atmosfer salah satunya berasal dari abrasi ban kendaraan bermotor.
Temuan tersebut ternyata sesuai dengan fakta karakteristik mikroplastik yang banyak ditemukan pada sampel air hujan di Yogyakarta yang berbentuk fiber atau serat, berwarna hitam, dengan ukuran 101 hingga 500 mikrometer dengan jenis polimer polipropilena yang menjadi polimer sintetis untuk pembuatan ban kendaraan.
Selain itu, sumber-sumber mikroplastik fiber di atmosfer dapat berasal dari limbah tekstil yang terhempas melalui udara. Industri tekstil yang kini banyak menggunakan serat sintetis, dapat melepas partikel mikrofiber ke atmosfer bahkan terbang menuju ke kawasan dengan jarak puluhan hingga ratusan kilometer.
Polimer sintetis fiber tersebut juga dapat ikut air hujan memenuhi sumber air tawar di area Yogyakarta. Hasil riset tim peneliti laboratorium ekologi dan sistematika UAD, sudah membuktikan dominansi mikroplastik berbentuk fiber pada Sungai Progo yang melintasi Kabupaten Sleman, Bantul, hingga bermuara di Samudra Hindia.
Warga dan kelompok masyarakat di sekitar wilayah Yogyakarta khususnya yang menampung air hujan untuk kebutuhan sehari-hari diminta lebih waspada. Partikel mikroplastik yang berukuran 1 hingga 5.000 mikrometer harus tersaring dengan filter mikroskopis.
Pemerintah daerah khususnya dinas terkait yang menangani masalah pencemaran lingkungan sudah seharusnya merumuskan kebijakan dari hasil temuan-temuan mikroplastik di wilayah Yogyakarta. Hingga saat ini, mikroplastik belum menjadi parameter yang perlu diukur dalam baku mutu lingkungan. Padahal, mikroplastik yang terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan hingga bersifat karsinogenik.
Industri-industri harus makin selektif memilih teknologi pembuangan limbah dan residu sisa produksi agar tidak mencemari lingkungan. Sampah plastik yang terus menumpuk di tempat-tempat pembuangan menjadi sumber utama pencemaran mikroplastik di kemudian hari. Masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dalam menekan produksi sampah plastik dengan terus melakukan 3R (reuse, reduce, dan recycle). (doc)