Farmasi UAD Adakan Seminar Nasional Natural Product Development
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan seminar nasional dengan tajuk “Natural Product Development”. Acara digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Farmasi UAD pada Sabtu, 10 September 2022. Hadir sebagai pemateri Assist. Prof. Dr. Sukanya Dej-Adisi, Dr. apt. Bambang Priyambodo, M.Si., dan Drs. Anthony S. Purnomo.
Bambang Priyambodo menyampaikan mengenai produk alami dalam perspektif manufaktur di Indonesia. Menurutnya, Indonesia kembali turun sebagai negara berpenghasilan menengah-bawah, seiring turunnya pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita akibat pandemi. Harus diakui, dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi dan bisnis di Indonesia menurunkan pertumbuhan ekonomi, melemahnya nilai tukar rupiah, melemahnya daya beli masyarakat, kenaikan harga bahan baku industri termasuk bahan baku industri farmasi naik mencapai 60%, penurunan ekspor perdagangan, dan pasokan bahan baku impor terhambat.
“Industri farmasi di Indonesia pun mengalami kekurangan bahan baku. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara kita masuk dalam industri farmasi yang tidak mandiri karena masih bergantung pada impor dan ekspor dari berbagai sektor sehingga sering mengalami kekurangan pasokan bahan baku,” jelas Bambang.
Pelajaran pascapandemi yang dapat diambil yaitu dengan meningkatkan kemandirian industri farmasi. Salah satu fokus utamanya adalah produk-produk natural atau herbal. Terdapat dua pilihan dalam pengembangan obat herbal dari penelitian menuju skala industri, yaitu bentuk formulasi kekinian dan pengembangan obat herbal golongan Obat Herbal Terstandardisasi (OHT) dan fitofarmaka.
Lebih lanjut, Anthony menyampaikan mengenai produk obat tradisional memilih kebutuhan klinik. Secara kompetensi, obat tradisional bervariasi atas hubungan guru murid dan terkadang turun temurun atau garis keturunan keluarga dan dosisnya sangat bergantung pada pasien. Dilihat dari segi regulasi obat tradisional adalah bebas, tetapi sebagian diawasi.
“Pengembangan obat bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi kalau kita melihat sejarah berapa lama dari laboratorium sampai dengan produk bisa disebut sebagai obat. Kurang lebih membutuhkan waktu tiga puluh tahun dengan penelitian terarah. Mengapa saya sebut penelitian terarah? Karena untuk merangkai suatu hasil penelitian, merangkai data menjadi informasi hendaknya kita menggunakan yang lebih terarah,” papar Anthony.
Terakhir, ia menyampaikan dalam menentukan uji klinik hal yang harus diperhatikan di antaranya peneliti utama dan administrasi, monitoring board, protokol uji, rencana mendapatkan dan mempertahankan subjek, persetujuan etik, serta pendukung seperti kesiapan uji, persetujuan, brosur investigasi, Case Report Form (CRF), rekaman, dan dokumen sumber. (frd)