Komposisi Gizi dan Tubuh yang Ideal Bagi Remaja
Anna Fitriani, S.K.M., M.K.M. peneliti dan dosen Program Studi (Prodi) Gizi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) didapuk menjadi narasumber pada sedaring nasional kolaborasi antara Universitas Ahmad Dahlan (UAD), UHAMKA, dan SEAMEO RECFON pada Sabtu, 25 Februari 2023. Penerima penghargaan Deakin University Post-Graduate Research Scholarship di Deakin University, Australia, ini memiliki ketertarikan di bidang Nutrition for Fitness and Sport Performance.
“Ada 4 topik yang akan saya sampaikan. Pertama, perubahan pada remaja dan anjuran gizi secara umum. Kemudian komposisi tubuh yang mungkin masih terdengar asing bagi orang awam. Selanjutnya, membahas protein sesuai dengan tema kita hari ini dan diakhiri dengan bagaimana latihan untuk menunjang komposisi tubuh yang baik,” jelas Anna.
Perubahan pada Remaja
Anna menjelaskan bahwa secara sadar ataupun tidak, remaja mengalami perubahan baik secara fisik, kognitif, maupun emosi. Remaja merupakan salah satu fase atau tahap pacu tumbuh yang cepat dalam periode hidup manusia. “Periode pacu tumbuh ini dapat berlangsung selama 2–3 tahun. Pertumbuhan pada remaja perempuan sekitar 5–25 cm, sedangkan pada laki-laki sekitar 10–30 cm. Selain itu, pertumbuhan tulang seperti mineralisasi tulang atau pemadatan tulang dan pemanjangan tulang sebaiknya dimanfaatkan secara maksimal oleh remaja.”
Kegemukan dan Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh pada fase anak-anak tentu saja berbeda dengan masa remaja. Pada fase ini, terlihat jelas perbedaan komposisi tubuh antara remaja laki-laki dan perempuan.
“Hormon testosteron pada laki-laki membangun massa otot yang lebih besar dengan kerangka tulang yang lebih besar dan berat daripada perempuan, sedangkan perempuan dengan hormon estrogen cenderung menghasilkan lemak sebagai modal menstruasi yang terjadi secara teratur,” terang Anna.
Masalah yang kini dihadapi adalah tidak semua remaja memiliki komposisi tubuh yang ideal. Banyak masalah yang dialami oleh remaja: suka jajan, tidak sarapan, waktu dan porsi makan tidak sesuai, rendah keanekaragaman makan, serta tidak aktif. Citra tubuh juga berpengaruh mengingat remaja mengalami perubahan secara emosi, biasanya citra tubuh dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Remaja dengan riwayat stunted pada fase sebelumnya akan memengaruhi (meningkatkan) massa lemak pada masa pertumbuhan sehingga memiliki kecenderungan kegemukan.
“Jika saya rangkum masalah kegemukan remaja di Indonesia, berdasarkan angka prevalensi kegemukan (%) tahun 2010–2018 RISKESDAS (Litbangkes Kemenkes RI) terjadi peningkatan secara signifikan. Untuk remaja berusia 13–15 tahun, kegemukan meningkat dari 2,5% ke 16%, sedangkan usia 16–18 tahun meningkat dari 1,4% ke 13,5%. Oleh karena itu, kita harus lebih berhati-hati dan cegah sedini mungkin,” jelasnya.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
“Untuk mengukur apakah kita gemuk atau kurus, kita bisa menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengukuran ini dilakukan secara sederhana, yaitu membagi berat badan (dalam kg) dengan tinggi badan (dalam ). Jika hasil menunjukkan angka kurang dari 17,0 atau 17,0–18,4, remaja berada di kategori kurus, angka 18,5–25,0 berada di kategori normal, dan angka 25,1–27,0 berada di kategori gemuk serta lebih dari 27,0 berada di kategori gemuk berat (obesitas),” terang Anna.
Ia juga menambahkan, mengukur berat badan menggunakan timbangan sejatinya tidak menunjukkan hal apa pun. Tubuh manusia terdiri atas tulang, otot, lemak, cairan, dan sebagainya sehingga sulit untuk mendeteksi komposisi apa yang sebenarnya mengalami kenaikan (secara signifikan atau tidak). Penelitian menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan berat badan secara signifikan, lemaklah yang berpengaruh besar dalam hal tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi komposisi tubuh.
“Kebugaran seseorang dapat dilihat dari komposisi tubuhnya. Lebih baik meningkatkan massa otot dan menurunkan massa lemak karena dapat menurunkan risiko sindrom metabolik,” tambahnya.
Gizi dan Latihan Fisik Penunjang Komposisi Tubuh yang Baik
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia, remaja laki-laki berusia 13–15 tahun dianjurkan untuk mengonsumsi protein sebesar 72 gram/hari dan perempuan 69 gram/hari, sedangkan berusia 16–18 tahun sebesar 66 gram/hari untuk laki-laki dan 59 gram/hari untuk perempuan. Namun, faktanya remaja yang kekurangan asupan protein (dari AKG) jumlahnya lebih besar daripada yang berkecukupan.
“Ketika kita makan lebih banyak dari yang dibutuhkan, tentu saja akan menjadi simpanan dalam tubuh. Akan menjadi baik jika simpanan berupa otot, tetapi kasus yang sering terjadi tidak demikian, simpanan yang terbentuk berupa lemak. Kita perlu menyeimbangkan kalori yang masuk dan keluar tubuh.”
Untuk dapat meningkatkan massa otot dan menurunkan massa lemak, ia menyarankan agar melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit/hari dengan intensitas sedang hingga tinggi.
“Untuk massa otot, kita bisa padu-padankan aerobik dan latihan otot. Aerobik dapat meningkatkan ketahanan jantung dan paru-paru serta menurunkan massa lemak karena meningkatkan metabolisme lemak. Selain itu, terdapat pula latihan fleksibilitas yang berorientasi pada konsistensi dalam berolahraga agar tidak cedera. Jadikanlah latihan fisik sebagai kebutuhan,” pungkasnya. (nov)