Mengenal Lebih Jauh Tentang “Fomo”
Fear of missing out (fomo) menjadi istilah yang tidak asing lagi di kalangan milenial maupun Gen Z. Kata itu diartikan sebagai perasaan takut ketinggalan tren, update-an, atau potensi untuk terkoneksi dengan orang lain yang muncul dalam diri seseorang. Untuk menyikapi hal tersebut, Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar Talkshow Unit Konseling Mahasiswa bertajuk “Fear of Missing Out” pada Sabtu, 03 Desember 2022 dengan menghadirkan Sumini yang merupakan penerima beasiswa Bidikmisi tahun 2015.
Sumini menyampaikan bahwa istilah fomo pertama kali dicetuskan oleh Patrick J. McGinnis pada tahun 2004 melalui artikelnya yang berjudul “Social Theory at HBS: McGinnis ‘Two FOs’”. Tulisan itu diterbitkan di Harbus, sebuah majalah dari Harvard Business School (HBS).
“Kecenderungan orang-orang yang mengalami fomo selain takut kehilangan momen, juga berimbas pada tindakan membandingkan diri sendiri dengan apa pun yang di-posting orang lain di sosial media,” paparnya.
Ketika seseorang mengalami fomo, walaupun sebenarnya sedang takut kehilangan momen, sering kali ia juga kehilangan present moment. “Misal ketika kita membuat story di sosial media, kita punya potensi untuk kehilangan momen saat itu karena fokus kita teralihkan.”
Meskipun begitu, Sumini menjelaskan fomo tidak hanya berdampak negatif tetapi juga bisa berdampak positif. “Fomo bisa dijadikan sebagai alarm alami yang bisa mendorong kita untuk lebih menyayangi diri sendiri, fokus kepada apa yang harus dicapai. Balik lagi, bukan bagaimana kita mengatasinya tetapi bagaimana kita mengerti apa yang fear ini inginkan dari kita, apa yang fear ini kasih tahu ke kita,” paparnya.
Ia menambahkan, “Rasa takut ini harus menjadi pengingat bahwa kita harus melakukan sesuatu, harus mencapai sesuatu walaupun nggak sama dengan yang dicapai orang lain. Intinya temukan apa yang membuat dirimu nyaman dan bahagia.” (Eka)