Perempuan, Undang-Undang, dan Hubungan Industrial
Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H., Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD), menjadi narasumber dalam acara Pembekalan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Focus Group Discussion (FGD) dengan Serikat Pekerja Riau Pulp and Paper (RAPP). Kegiatan digelar di Meeting Room Hotel Unigraha, Kompleks RAPP Pangkalan, Kerinci, Riau (18-1-2023). Tema yang diusung adalah “Maternity Leave dalam Hubungan Industrial yang Berkeadilan (Tinjauan Atas RUU KIA)”.
Pengaturan maternity leave atau cuti melahirkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi sorotan utama dalam pertemuan tersebut. Secara umum, FGD menghasilkan persamaan persepsi bahwa cuti melahirkan bagi perempuan bekerja sudah diatur dengan sangat tepat dalam UU Ketenagakerjaan, termasuk apabila akan dinaikkan standarnya. Bukan malah dalam UU lain (dalam hal ini RUU KIA) karena akan menimbulkan persoalan baru yaitu tumpang tindih aturan.
Peserta FGD banyak memberikan masukan sesuai dengan kebutuhan riil pada pemenuhan hak maternitas bagi mereka. Contohnya adalah mereka mengharapkan cuti sebelum dan sesudah melahirkan yang saat ini diatur sebagai masing-masing 1,5 bulan diubah menjadi 1 bulan dan 2 bulan. Hal itu dinilai akan memberi mereka waktu lebih dalam pemulihan pascamelahirkan dan pemberian ASI tanpa harus menambah durasi waktu cuti. Lagi pula keduanya sama-sama memiliki total waktu 3 bulan.
Selain itu, pekerja juga menuntut prosedur izin tidak masuk kerja untuk pekerja perempuan saat haid harus diperjelas lagi dalam ketentuan turunannya. Tidak lupa juga persoalan perlindungan keamanan terhadap pekerja perempuan yang bekerja di malam hari, kejelasan terkait kesetaraan gender, dan ketersediaan fasilitas khusus pekerja perempuan di perusahaan untuk mengantisipasi kekerasan fisik maupun seksual.
Beragam pertanyaan dan masukan tersebut menunjukkan tingginya antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan tersebut. Di samping itu, mereka juga menaruh perhatian yang tinggi karena mereka sadar bahwa mereka merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. Hubungan ini menjadi cita-cita yang diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Menurut Fithriatus, hukum hubungan industrial yang baik seharusnya memperhatikan 3 hal yaitu menyerap, melindungi, dan menyejahterakan. “Menyerap dapat diartikan bahwa hukum harus mampu mengakomodir dan mengintegrasikan kepentingan ketiga pihak terkait,” terangnya.
Lebih lanjut, dosen Hukum UAD tersebut menjelaskan bahwa kepentingan utama pekerja adalah terpenuhinya hak-hak dasar mereka, sedangkan untuk pengusaha, kepentingannya adalah terjaminnya keberlangsungan usaha, keamanan investasi, dan lain sebagainya. Sementara bagi pemerintah, kepentingannya tidak lain adalah menyejahterakan rakyat. Sehingga dalam hal ini mereka berperan untuk mengawasi jalannya hubungan industrial agar tidak keluar dari kepentingannya.
Rangkaian kegiatan ditutup secara resmi oleh Jhon Erizal selaku Ketua Serikat Pekerja RAPP. Diketahui juga sebelumnya telah dilakukan penandatanganan PKB penelitian dan pengabdian masyarakat dengan Prodi Magister Hukum UAD. Kerja sama ini dimaksudkan untuk pemenuhan tugas Catur Dharma Perguruan Tinggi. (tsa/fth)