Tips Menjadi Konselor Sebaya yang Siaga, Tulus, dan Transformasional

Dr. Caraka Putra Bhakti, M.Pd., Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Bimawa UAD)
Pada acara Orientasi Konselor Sebaya Tingkat Program Studi Tahun 2025, dalam atmosfer hangat dan penuh antusiasme di lantai 10 Gedung Utama Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Sabtu, 19 April 2025, Dr. Caraka Putra Bhakti, M.Pd. membuka materinya dengan satu pesan kuat: “Sebagai konselor sebaya, kita bukan hanya hadir untuk mendengar, tetapi juga melindungi dan bertindak.”
Ia menyebut bahwa konselor sebaya harus menjadi sosok yang protect and empower, yakni mampu melindungi teman-teman mahasiswa baru dari potensi masalah, sekaligus aktif mengambil langkah untuk memberdayakan mereka agar tidak mudah terjerumus dalam hal-hal negatif. Salah satu contohnya adalah dengan mendampingi mahasiswa angkatan 2024 secara intensif agar tidak terjadi miskomunikasi dalam proses adaptasi mereka di lingkungan kampus.
Lebih lanjut, ia mengingatkan adanya potensi penipuan yang mengatasnamakan dosen UAD, seperti modus meminta mahasiswa mengirimkan pulsa. Konselor sebaya, menurutnya, harus menjadi informan yang valid, yang mampu menyampaikan informasi benar tentang sistem akademik maupun non-akademik kampus, agar mahasiswa baru tidak terjerumus dalam situasi merugikan.
Dalam bagian lain, Caraka juga menyoroti bahaya dari berpikir secara cognitive bias, sebuah istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan pola pikir menyimpulkan sesuatu hanya dari satu peristiwa tanpa mempertimbangkan konteks luas. “Ada yang bilang, Bill Gates tidak kuliah tetapi sukses. Maka saya juga tidak perlu kuliah. Ini pola pikir yang keliru,” tegasnya. Kuliah bukan hanya soal gelar, melainkan proses pembentukan karakter, pola pikir, serta keterampilan hidup.
Salah satu tantangan nyata bagi mahasiswa baru, lanjut Caraka, adalah manajemen waktu. Banyak mahasiswa baru yang masih bingung mengatur antara kuliah, organisasi, istirahat, dan kehidupan sosial. Di sinilah peran konselor menjadi penting untuk mengarahkan mahasiswa baru membentuk kebiasaan dan ritme yang sehat sejak awal.
Caraka kemudian merinci tugas pokok konselor sebaya, antara lain, membangun hubungan positif dengan mahasiswa baru, menjadi informan yang memberikan penjelasan seputar layanan akademik dan non-akademik di UAD, serta memberikan pendampingan secara aktif, menjadi tempat curhat atau konsultan yang dipercaya mahasiswa. Namun, lebih dari sekadar tugas teknis, ia menekankan pentingnya konselor sebaya untuk berlatih memimpin manusia. Menurutnya, pemimpin transformasional adalah pelayan, seseorang yang siap melayani dengan sepenuh hati, dengan empati, ketulusan, dan kehadiran yang nyata di tengah mahasiswa lain.
Pesan yang disampaikan Caraka terasa menyentuh dan membumi. Ia tidak hanya berbicara sebagai pejabat kampus, melainkan sebagai seorang pendidik yang memahami dinamika mahasiswa dari hati ke hati. Materinya bukan sekadar teori, melainkan panggilan untuk menjadi pribadi yang siap hadir bagi sesama, tanpa pamrih. (Mawar)