IMM Buya Hamka UAD Gelar Dialektika Keilmuan dan Politik

Dialektika Keilmuan dan Politik IMM Buya Hamka Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Salsya)
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Buya Hamka Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sukses menggelar Acara Dialektika Keilmuan dan Politik pada 18 Mei 2025 di Kampus VI UAD dengan tema “Meneguhkan Kedaulatan Rakyat di Tengah Dominasi Elit Politik”.
Immawan Muh. Taufiq Firdaus, S.H. selaku Ketua Umum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) IMM Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hadir sebagai pemateri yang kritis dalam membahas terkait realitas politik Indonesia kontemporer, yang ditandai oleh dominasi oligarki, korupsi politik, pembungkaman kebebasan akademik, dan kemunduran demokrasi.
“Realitas politik dari para elit politik memanfaatkan sistem pemilu secara manipulatif (electoral authoritarianism) dan menggunakan pengaruh media yang dimiliki oleh para oligarki untuk arah kebijakan publik. Sehingga sangat penting dalam membangun gerakan rakyat yang kritis dan berkelanjutan untuk mendirikan kedaulatan rakyat di tengah dominasi elit politik,” tuturnya.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh kondisi demokrasi Indonesia yang mengalami kemunduran, di mana kedaulatan rakyat semakin terkikis oleh praktik politik oligarki dan kekuasaan absolut. Pemicu utamanya disebabkan oleh melemahnya institusi negara, tingginya biaya politik, serta minimnya ruang publik untuk berkritik.
Selain itu, fenomena pembungkaman terhadap kebebasan akademik dan kriminalisasi aktivis menjadi sinyal penting bahwa ruang demokrasi perlu dijaga melalui forum-forum diskusi yang kritis dan reflektif, khususnya di lingkungan kampus.
“Motivasi utama dari kegiatan ini adalah untuk menyuarakan kembali pentingnya kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi dan menumbuhkan kesadaran kritis di kalangan civitas akademika terhadap kondisi sosial-politik yang semakin terkonsentrasi pada elite kekuasaan,” katanya.
Dengan adanya diskusi ini diharapkan mampu memberikan penguatan gerakan mahasiswa melalui konsolidasi, pembangunan narasi politik alternatif, serta penyusunan program kolektif jangka panjang. Selain itu, juga mampu menjadi ruang alternatif bagi pengembangan wawasan politik yang lebih progresif, memperkuat solidaritas gerakan rakyat, dan memantik keberanian kampus untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi ketidakadilan pada kemunduran demokrasi. (salsya)