Mendidik dengan Kata, Menggerakkan dengan Nalar

Ust. Muhammad Alfreda Daib Insan Labib, Pemateri Pelatihan Esai Universitas Ahmad Dahlan (UAD)(Foto. Alfreda)
Ahad, 25 Mei 2025, Ruang Sidang Kampus 2 Unit A Universitas Ahmad Dahlan tidak sekadar menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa. Lebih dari itu, ruangan itu menjadi saksi lahirnya semangat baru, semangat untuk menulis, mendidik, dan mengubah dunia melalui kata. Adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (JPMIPA) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang menggagas kegiatan bertajuk “Menulis untuk Mendidik: Esai sebagai Media Perubahan Pendidikan”. Tak sekadar jargon, tema itu menggema dalam setiap materi dan diskusi yang dibangun sepanjang pelatihan yang difasilitasi oleh Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK).
Di hadapan 25 peserta, pemateri Ust. Muhammad Alfreda Daib Insan Labib, mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, membuka cakrawala berpikir tentang urgensi literasi bagi mahasiswa. “Literasi adalah awal dari segalanya. Dengan menulis, kita menakar kapasitas keilmuan, melatih nalar kritis, dan menguji kekayaan kosakata yang kita miliki,” paparnya, sembari menyodorkan model-model esai.
Bagi peserta, pelatihan ini bukan sekadar ajang melatih teknik menulis. Ini adalah ruang untuk menegaskan identitas intelektual, bahwa mahasiswa harus mampu mengartikulasikan gagasan dalam bentuk yang kritis, logis, dan bernas. Vera Noer Haliza, Ketua Bidang RPK IMM JPMIPA, menyebut bahwa kegiatan ini merupakan langkah konkret untuk membentuk kader IMM yang tak hanya aktif secara organisasi, tetapi juga tajam dalam berpikir dan menulis. “Setelah pelatihan ini, harapan kami peserta tak hanya bisa menulis, tetapi menjadikan tulisan sebagai senjata edukatif yang menyadarkan dan menggugah,” ucap Vera.
Selama pelatihan, peserta diajak memahami titik awal kepenulisan, mulai dari menggali motivasi menulis, mengenal genre, hingga strategi menyusun esai yang relevan dan kritis. “Setiap topik bisa menjadi bahan tulisan, tetapi penulis yang baik selalu bisa menemukan sudut pandang yang spesial,” ucap Alfreda sambil memancing peserta berdiskusi tentang makna dari gambar, simbol, dan narasi.
Pelatihan ini, pada akhirnya, tak hanya menyisakan catatan dan lembar evaluasi. Ia menyisakan semangat. Semangat bahwa menulis bukan sekadar keterampilan, melainkan tanggung jawab. Bahwa setiap esai bukan hanya rangkaian paragraf, tetapi denyut nalar yang bisa menggerakkan pendidikan menuju arah yang lebih manusiawi. (Mawar)