Mitos dan Fakta Gerhana Bulan Total
Pada 8 November 2022 ditandai sebagai waktu terjadinya salah satu fenomena alam yaitu gerhana bulan total. Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan Observasi, Salat Gerhana, dan Diskusi Ilmiah di Masjid Islamic Center UAD. Rahmadi Wibowo, Lc., M.A., M.Hum. didapuk sebagai narasumber dalam sesi diskusi ilmiah.
Sebagai pembuka, Rahmadi menjelaskan bahwa gerhana merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Swt. yang bisa dirasakan dengan indra manusia (kauniyah). Gerhana bulan terjadi ketika posisi bumi berada di antara matahari dan bulan, sehingga bayangan bumi menutupi bulan. Fenomena ini hanya terjadi ketika purnama.
Meski termasuk sebagai fenomena alam, banyak masyarakat yang terkadang masih salah kaprah memaknai gerhana. Di beberapa daerah di Indonesia, berbagai mitos, tradisi, dan kepercayaan terkait gerhana masih kerap santer terdengar. Contohnya, bagi masyarakat Jawa, gerhana merupakan fenomena ketika bulan dimakan oleh Batara Kala, sang dewa penguasa waktu dan kehidupan bawah tanah. Sementara di Tidore, ketika gerhana datang, masyarakatnya melakukan tradisi dolo-dolo atau memukul kentongan. Mitos bahwa orang hamil dilarang keluar rumah ketika gerhana juga tentu familiar di telinga kita.
Menanggapi semua kepercayaan tersebut, salat gerhana menjadi media untuk menambah edukasi masyarakat dan khalayak luas tentang apa sebenarnya makna gerhana. Terkait hal ini, Rahmadi menuturkan bahwa salat gerhana hanya dilakukan ketika gerhana total dan sebagian (parsial). “Untuk gerhana penumbral, kita tidak perlu melakukan salat gerhana,” imbuhnya.
Selain sebagai tanda kekuasaan Allah, bulan juga bersanding dengan bumi dan matahari karena banyak disebut dalam Al-Qur’an. Hal itu menunjukkan bahwa ketiganya memiliki peran penting dalam alam semesta. Seperti yang umum diketahui bahwa bulan dan matahari juga digunakan sebagai penanda waktu. Sistem kalender di dunia mengacu pada 2 benda langit tersebut. Solar system bagi yang menggunakan matahari sebagai acuan dan lunar system untuk yang berpatokan pada bulan.
Untuk fenomena gerhana bulan kali ini, berdasarkan observasi yang dilakukan oleh tim Pusat Studi Astronomi (Pastron) UAD, magnitudonya sebesar 1,3. Hasil ini selaras karena yang terjadi adalah gerhana total, jika magnitudonya kurang dari 1 maka gerhana yang terjadi adalah parsial atau sebagian. Kemudian terkait warna bulan yang berubah menjadi merah ketika gerhana, hal itu disebabkan oleh cahaya matahari dihamburkan oleh debu dan molekul di atmosfer bumi, sebelum terpantulkan lagi ke arah bulan. Variasi warna merahnya dapat beragam mulai dari merah oranye, merah bata, merah kecokelatan, hingga merah gelap. (tsa)