OTT: Kolaborasi Empat Elemen Mebersihkan Kejahatan Jalanan
“Dalam arti kebahasaan, klitih merupakan kegiatan yang positif. Namun, arti klitih berubah menjadi kegiatan negatif karena adanya kelompok yang melakukan tindakan tidak manusiawi. Akibatnya, saat ini klitih dianggap sebagai kegiatan yang mengerikan dan meresahkan.”
Itulah yang disampaikan oleh Edy Prajaka, S.Pd. saat membuka Program OTT atau Obrolan Tipis-Tipis. Komandan SPAS Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Yogyakarta tersebut membahas tentang “Bersih Klitih, Kolaborasi Empat Elemen”.
“Klitih cenderung dilakukan oleh anak-anak yang masih mencari jati diri. Motif dalam klitih berawal dari pengaruh beberapa orang yang menghasut anak di bawah umur untuk melakukan tindakan agar mendapat apresiasi berupa kehebatan,” lanjutnya.
Sementara itu, beberapa kasus yang telah terjadi, tindakan klitih dilakukan dengan berkelompok. Bahkan, klitih akan terus melakukan tindakan tidak manusiawi jika pelaku berhasil memancing korban untuk membalas perbuatan yang telah dilakukan. Hal ini tentunya membuat mental pelaku makin bertambah kuat untuk mendapatkan posisi dalam kelompok.
“Sekolah telah melakukan berbagi bimbingan konseling terhadap anak. Dalam bimbingan tersebut, sekolah menjelaskan akibat melakukan perbuatan yang tidak manusiawi. Namun, anak-anak cenderung menyepelekan karena mereka menganggap jika melakukan perbuatan tersebut masih di bawah umur sehingga bisa terhindar dari hukuman.”
Lebih lanjut ia menuturkan, klitih akan melakukan aksi pada tengah malam. Sangat jarang pelaku melakukan saat jam sekolah karena kesempatan dalam melakukan tindakan tersebut tidak mungkin berhasil. Namun, tidak menutup kemungkinan jika pelaku melakukan aksi saat sore hari setelah pulang sekolah.
“Anak tidak bisa terus dikekang setiap waktu. Jika anak terus dikekang maka ia akan mencari tempat baru yang bebas. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, anak cenderung memiliki permasalahan internal dengan teman maupun keluarga sehingga menyebabkan adanya kasus klitih yang saat ini meningkat,” jelasnya.
Adapun beberapa antisipasi yang bisa dilakukan di antaranya bentuk pengawasan orang tua terhadap anak. Selain itu harus dibentuk edukasi pendidikan sekolah untuk mengajarkan moral yang baik terhadap lingkungan pertemanan. Anak akan mengetahui bentuk komunikasi yang baik kepada siapa pun sehingga antisipasi tersebut akan berguna sebagai cermin saat melangkah ke depan.
“Banyak pengaruh yang bisa didapatkan dari senioritas. Anak yang masih duduk di bangku sekolah biasanya akan mencari senior yang telah lulus untuk mendapat sebuah pengakuan dari kelompok. Pengaruh itu berupa hal negatif yang mengakibatkan pemikiran anak akan mengubah gaya pertemanan di sekolah,” tegasnya.
Ia menambahkan, peran orang tua sangat penting terhadap jalan kehidupan anak. Pemahaman orang tua terhadap kegiatan organisasi sekolah merupakan hal yang harus diluruskan. Dengan adanya kegiatan organisasi sekolah maka akan membuat anak terus melakukan kegiatan yang positif sehingga akan memberikan inspirasi anak untuk terus berbuat baik.
“Orang tua harus mengontrol anak dalam penggunaan media sosial. Tindakan tersebut berguna untuk mencegah adanya permusuhan dalam lingkungan pertemanan. Saat ini sekolah sudah memberikan pembinaan kepada setiap anak dalam bentuk razia secara positif guna mendidik anak agar terus melakukan perbuatan yang tidak menyimpang,” tutup Edy Prajaka. (rai)