PPKn UAD Gelar Bincang Buku ‘Lembaga Budi’ Karya Prof. Dr. Hamka
Tidak ada pekerjaan yang hina asal halal; tiap-tiap pekerjaan ada manfaatnya untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat; beberapa orang menilai sebuah pekerjaan hanya dari segi gaji atau jabatan, sedangkan sebagian persen lainnya menilai sebuah pekerjaan dari segi kepuasan hati. Selain itu, secara filosofi kerja buka hanya sekadar insting untuk mencari materi, tetapi pekerjaan bisa menjadi sumber kebahagiaan yang besar.
Begitulah paparan Dr. Triwahyuningsih, M.Hum. mengenai poin penting tentang sifat bekerja yang ada dalam BAB VIII buku Lembaga Budi karya Prof. Dr. Hamka.
“Bekerjalah sesuai bidang yang Anda sukai, jangan hanya sekadar bekerja tetapi harus punya mimpi. Bekerja juga harus dengan cerdas, pandai bergaul dengan rekan kerja, inovatif, dan kreatif. Apa pun pekerjaan Anda, lakukanlah dengan tulus dan ikhlas. Seperti jargon di Muhammadiyah ‘Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Ikhlas, Mumtaz’,” lanjut dosen PPKn Universitas Ahmad Dahlan (UAD) itu ketika menyampaikan tips ketika terjun ke dunia kerja.
Menurutnya, aspek penting dalam BAB VIII yakni tentang kesungguhan dalam bekerja dan pentingnya budi serta akhlak. Tujuan pembinaan budi yaitu untuk mencintai sesama orang yang tercermin dalam perkataan maupun perbuatan dan perilaku, berusaha menghias diri dari sifat-sifat terpuji, dan tidak kaku bersifat keras ketika berinteraksi dengan orang lain.
Selain Triwahyuningsih, Dr. Farid Setiawan, M.Pd.I. yang merupakan dosen Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) juga menyampaikan BAB VII mengenai budi mulia dalam buku Lembaga Budi. Hamka merupakan seorang pembelajar yang otodidak. Ia belajar mengenai budaya, tasawuf, sosiologi, hingga politik. Predikat yang diberikan kepada Hamka dikenal sebagai ulama, aktivis, pendidik, sastrawan, jurnalis, dan wartawan. Selama hidupnya, Hamka juga memiliki karya 118 judul buku. Karya-karya yang dimilikinya memiliki bobot tersendiri yang berbeda-beda setiap judul.
“Hamka mengelompokkan pengarang itu ada tiga: pengarang buku ilmu pengetahuan, pengarang di surat kabar (wartawan), dan pengarang hikayat dan syair (sastrawan). Hamka juga menekankan seorang pengarang itu perlu memiliki budi yang baik karena tanpa budi yang baik akan menyesatkan masyarakat. Budi itu sangat penting, karena cita-cita seorang pengarang adalah ia mampu meninggikan kecerdasan masyarakat. Artinya, posisi pengarang juga sebagai media edukasi, media sosialisasi, media transformasi bagi orang lain,” jelas Farid.
Terakhir, ia menyampaikan larangan bagi seorang pengarang yakni mengumpat, menggunjing, memfitnah, takabur, sombong, dan membawa permusuhan.
Triwahyuningsih dan Farid Setiawan menjadi narasumber dalam acara yang diselenggarakan oleh Program Studi (Prodi) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) UAD. Bincang buku Lembaga Budi itu sukses digelar pada Sabtu, 02 Juli 2022, secara daring melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube PPKn UAD. (frd)