Ramadan, Puasa, dan Kesehatan
Panitia Ramadan di Kampus (RDK) 1444 H Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mengadakan Kajian Dhuha satu kali dalam sepekan selama bulan Ramadan. Kajian ini disiarkan langsung melalui kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD dan berlangsung secara luring di kompleks masjid tersebut dengan tema serta pemateri yang berbeda setiap pertemuannya. Pemateri kali ini adalah dr. H. Agus Taufiqurrahman, Sp.S., M.Kes. yang merupakan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Pembinaan Kesehatan Umum, Kesejahteraan Sosial, dan Resiliensi Bencana.
Makna Ramadan
Menurut Prof. Quraish Shihab di antara makna Ramadan yang sering disampaikan, pertama Ramadan bisa dimaknai mengasah dan yang diasah adalah batin serta iman agar sampai di posisi tertinggi. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa posisi tertinggi adalah orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
“Maka, jika batin dan iman ini terus diasah, makin Ramadan berlalu makin hebat juga 2 hal tersebut karena diasah terus menerus. Namun, jika Ramadan makin berlalu tetapi sakin malas berarti batin dan iman ini tidak diasah dengan sungguh-sungguh. Ukurannya di situ saja. Jadi, jika diasah dengan baik maka hari esok akan lebih baik. Jika puasa itu mendapat barakah maka akan bertambah kebaikan selama bulan Ramadan,” ucap Agus.
Kemudian yang kedua, Ramadan bisa dimaknai membakar dan yang dibakar adalah dosa-dosa hamba Allah yang dengan sungguh-sungguh memohon ampun kepada-Nya. Sebanyak apa pun dosanya sungguh ampunan Allah lebih luas. Jadi, sebanyak apa pun dosa hamba-Nya kemudian mereka menghadap dan memohon ampunan kepada Allah serta tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu maka akan diampuni.
“Jangan biarkan puasa sia-sia. Sangat rugi jika puasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Jangan jadikan puasa itu hanya untuk menurunkan berat badan. Namun manfaatkanlah puasa itu dengan sebaik-baiknya dan perbanyak perbuatan yang baik serta bermanfaat,” imbuh Agus.
Puasa dan Kesehatan
Agus menuturkan, ada 2 nikmat yang kebiasaan manusia lalai dan tidak mensyukuri dengan baik. Pertama, kesehatan. Manusia sering lupa bahwa kesehatan itu segala-galanya dan segalanya tidak bisa dinikmati jika mereka tidak sehat. Banyak orang yang berlimpah uang tetapi tidak bisa menikmatinya karena tidak sehat dan tidak diperbolehkan makan apa yang segalanya bisa mereka beli dengan uang tersebut. Oleh karena itu, jaga kesehatan karena sehat itu tidak bisa dibeli. Jika sehat bisa dibeli maka orang kaya yang memiliki rumah sakit itu tidak akan pernah merasakan sakit, tetapi kenyataannya banyak orang kaya yang juga merasakan sakit. Hal itu membuktikan bahwa sehat itu tidak bisa dibeli.
Sehat adalah karunia besar dalam perjalanan hidup manusia. Sehat itu harus diminta kepada Allah dan jika sudah diberi maka harus dijaga serta disyukuri. Cara mensyukurinya adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang mengancam kesehatan dan tidak melakukan perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Kedua, waktu luang. Kebiasaan manusia jika memiliki waktu luang selalu menunda-nunda pekerjaan. Seharusnya pekerjaan itu bisa diselesaikan dalam beberapa jam saja tetapi karena ditunda-tunda maka pekerjaan tersebut jadi lebih lama selesainya.
“Sehat adalah keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah kemampuan adaptasi dengan dirinya dan alam sekitar sehingga merasakan senang, bahagia, hidup dengan lapang, berperilaku sosial yang normal, serta mampu menerima dan menghadapi berbagai kenyataan hidup,” jelasnya.
Kesehatan Jiwa Menurut Islam
Kesehatan jiwa dalam Islam bukan hanya terhindar dari symptom dan syndrome psikiatri saja, tetapi penyakit jiwa juga harus terhindar dari dosa atau kemaksiatan. Symptom adalah suatu keadaan perubahan kondisi yang timbul dan menyertai suatu gangguan, sedangkan syndrome psikiatri adalah gangguan kejiwaan yang merupakan penyakit dengan efek merusak kemampuan pengelolaan emosi, kognitif, sosial, dan perilaku seseorang.
“Kesehatan mental pada dasarnya berkaitan dengan 3 dimensi yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Orang yang memiliki jiwa sehat dalam Islam hakikatnya memiliki akidah dan keimanan yang benar, mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal melalui ibadah baik dengan Allah maupun sesama manusia, serta memiliki kepribadian yang mulia baik terhadap Allah, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungannya,” terang Agus.
Ia menambahkan, “Terbukti jika puasa dapat melatih seseorang untuk mengontrol diri sendiri yang baik terhadap peristiwa yang terjadi dalam lingkungan hidupnya. Manusia itu tidak bisa mengontrol apa yang akan terjadi di lingkungannya, tetapi yang bisa dikontrol manusia adalah sikapnya terhadap peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Mengontrol diri sendiri yang benar menurut Islam adalah bersyukur atas peristiwa yang terjadi itu sesuai dengan keinginannya dan bersabar jika peristiwa yang terjadi itu tidak sesuai dengan keinginannya serta rida menerima keputusan Allah.”
“Jika jiwa kalian sakit sekerdil ini, masalah kecil pun akan membuat kalian tidak enak hidup. Namun jika jiwa kalian itu dilebarkan walaupun masalahnya berlipat-lipat maka tidak akan membuat kalian sakit,” tutupnya. (Zah)