UAD Respons Revolusi Digital pada Seminar Pra-Muktamar ke-16
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Kamis, 10 Maret 2022, dipilih oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk menggelar Seminar Pra-Muktamar ke-16. Seminar tersebut mengusung tema “Media, Masyarakat, dan Dakwah Muhammadiyah” yang berlangsung di Ruang Amphitarium Kampus IV UAD secara luring dan daring.
Seminar menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Ismail Fahmi, Ph.D. pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Dr. Muchlas, M.T. Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Ketua Komisi Hubungan antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo, serta Peneliti BRIN Wahyudi Akmaliah, Abdullah Sammy, Makroen Sanjaya, M.Sos., Hikmawan Saefullah, Ph.D., dan Fahd Pahdefie, M.A.
Muchlas yang juga selaku Rektor UAD pada sambutannya menuturkan bahwa di usia Persyarikatan Muhammadiyah saat ini telah mencapai satu milenium lebih satu dekade atau berusia 110 tahun. Menurutnya, bagi sebuah organisasi merupakan usia yang sudah matang. Hal itu dibuktikan dengan Persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan banyak dedikasi, pengabdian, dan sumbangan besar bagi kemanusiaan, khususnya di Negara Republik Indonesia
Ia menyampaikan bahwa seiring bertambahnya usia, Persyarikatan Muhammadiyah menghadapi tantangan yang luar biasa yakni disrupsi teknologi digital. Dalam menghadapi tantangan ini, Muchlas berharap agar Muhammadiyah dapat mengambil peran, tidak hanya merespons secara reaktif saja, tetapi juga melakukan upaya-upaya transformasi digital agar menjadi pelaku utama sebagai disruptor. “Muhammadiyah mampu mengambil peran yang signifikan, khususnya dalam perjalanan dakwah Muhammadiyah di era digital agar menjadi lebih efektif,” jelasnya.
Senada dengan tajuk seminar, Muchlas melihat bahwa seminar ini sangat relevan dengan kondisi terkini. “Sebab Muhammadiyah memiliki kewajiban dan spirit untuk merespons disrupsi melalui upaya transformasi digital dengan mengambil peran penting agar menjadi disruptor digital, dan kami berharap seminar ini bisa memenuhi fungsinya sebagai sarana pencerahan kita bersama. Selain itu juga memperoleh bahan-bahan serta masukan untuk menyukseskan program kerja di Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah 2022,” tutup Muchlas.
Selanjutnya, Dr. H. Agung Danarto M.Ag. Sekretaris PP Muhammadiyah dalam sambutan sekaligus membuka acara menyampaikan bahwa Seminar Pra-Muktamar ke-16 ini dalam rangka menjaring berbagai masukan untuk menyelenggarakan Muktamar Muhammadiyah ke-48 mendatang.
“Steering committee Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 menyelenggarakan berbagai seminar dengan tema berbeda, mengundang para pakar di Indonesia untuk berbagi ilmu, juga bertukar informasi dengan Muhammadiyah tentang berbagai hal yang sedang terjadi di dunia saat ini,” ujar Agung.
Dengan terlaksananya seminar ini ia berharap berbagai kritik, saran, dan masukan bagi kiprah Muhammadiyah ke depan. Menurutnya hal menjadi penting sebab di Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah nanti tidak sekadar seremoni pergantian kepemimpinan, tetapi juga menetapkan program-program dan kebijakan bagi kemaslahatan umat dan bangsa.
“Oleh karenanya harus disiapkan secara serius dengan melibatkan para pakar sebanyak-banyaknya, sehingga program yang dilaksanakan Muhammadiyah benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Baik bagi masyarakat, bangsa, dan negara menuju akselerasi Indonesia, Islam, serta dunia berkemajuan,” jelasnya.
Terkait disrupsi digital, Agung memaparkan data pengguna media sosial di Indonesia. Menurutnya, penggunaan media sosial bukan lagi sebagai kebutuhan sampingan, tetapi masyarakat sudah tergantung dengan internet. Di tengah proses revolusi digital yang terus berlangsung, Agung bersyukur sebab Muhammadiyah di era masa lalu dengan amal usahanya bisa mewarnai dunia modern. Namun, sekaligus jadi peringatan bagi Muhammadiyah saat terjadi revolusi teknologi digital. Jika Muhammadiyah tidak mengambil peran maka, tidak hanya ketinggalan tetapi akan terlindas dengan revolusi itu sendiri.
“Pada forum ini, di samping dapat menyadarkan kita (baca; masyarakat Muhammadiyah) akan pentingnya revolusi digital, sekaligus sebagai edukasi bagi warga Muhammadiyah agar memandang permasalahan ini adalah hal yang serius dan penting. Seperti halnya dulu Muhammadiyah memandang pentingnya mendirikan amal usaha pendidikan, kesehatan, dan lainnya,” jelas Agung.
Senada dengan pemaparan sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah di abad kedua yang ditandai dengan kehadiran internet ini jauh berbeda pada abad pertama. Peran Muhammadiyah dalam merespons keberadaan revolusi digital penting dilakukan. Termasuk, bagaimana amal usaha Muhammadiyah mampu menanggapi perubahan yang terjadi di masyarakat digital sehingga Muhammadiyah harus merespons setidaknya dengan tiga langkah, yakni antisipasi, adaptasi, dan inovasi.
Ia menjelaskan bahwa langkah antisipasi adalah dengan mencermati perubahan masyarakat dari waktu ke waktu. Langkah adaptasi dengan menyesuaikan perangkat lama yang masih bisa direkonstruksi dengan tuntutan zaman. Dan langkah inovasi dengan berubah menyesuaikan diri dengan zaman.
“Muhammadiyah harus dengan serius menghadapi perubahan ini. Ketika dunia berlari, maka Muhammadiyah harus berlari mengimbangi perubahan tersebut,” ujar Guru Besar Sosiologi Agama Islam itu. (guf)