Digital Public Health Competencies

Penyampaian materi tentang Digital Public Health oleh Kepala BKPK Kemenkes RI dalam kuliah pakar Prodi Magister Kesmas Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Isah)
Prof. Asnawi Abdullah, S.KM., MHSM., M.Sc., HPPF., DLSHTM., Ph.D., kembali menjadi narasumber dalam kuliah pakar di Program Studi (Prodi) Magister Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang baru dilantik pada Januari 2025 lalu ini memberi wawasan baru mengenai kompetensi kesehatan masyarakat digital melalui Zoom Meeting.
“Framework Predictive Analytic Model dapat digunakan dalam pola berpikir kita. Yang pertama adalah pola pikir deskriptif; yang kedua, diagnostic; ketiga, predictive; dan yang terakhir adalah prescriptive. Ringkasnya adalah apa yang terjadi, mengapa hal itu terjadi, apa yang akan terjadi ke depannya, dan apa yang harus disiapkan selanjutnya. Model ini sangat relevan bagi mahasiswa agar cara berpikir kita jauh ke depan, bukan hanya sekadar apa dan mengapa hal tersebut terjadi, tetapi juga apa yang akan terjadi berikutnya dan apa saja yang harus disiapkan,” ujar Prof. Asnawi dalam memantik diskusi.
Ia melanjutkan, “Tanpa disadari, teknologi digital mengalami kemajuan di luar imajinasi kita dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, berkembang secara eksponensial. Revolusi Industri 3.0 membutuhkan waktu untuk berubah ke Revolusi Industri 4.0 dan dari 4.0 hanya membutuhkan waktu 10 tahun untuk berubah ke Revolusi Industri 5.0.”
Sejak tahun 2020, era 5.0 ini sudah berfokus pada bagaimana pengetahuan dioptimalisasi dengan bantuan Artificial Intelligence (AI). Nyatanya, wearable devices telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Berbagai aplikasi digital terus berkembang dalam kesehatan secara umum dan pelayanan kesehatan, mulai dari health information, knowledge generation, knowledge integrators, personal health devices, telemedicine, diagnostics, imaging, pharmaceuticals, implantable devices, surgical, personalized therapeutics, hingga geospatial and environmental.
Prof. Asnawi menyampaikan bahwa terdapat tujuh kompetensi kesehatan masyarakat digital yang telah disepakati. Secara umum, ketujuh kompetensi tersebut di antaranya adalah public health sciences, data analytic and assessment; policy and program planning, implementing and evaluation; partnerships, collaboration and advocacy; diversity and inclusiveness; communication; dan leadership.
“Tentu ada yang bertanya-tanya, apa bedanya digital public health dengan digital health yang lain. Prevention and health promotion mencakup mHealth, sedangkan health care and management mencakup eHealth dan Digital Health. Digital Public Health (DiPH) adalah irisan dari ketiganya yang berada di tingkat populasi (lebih luas),” terang Prof. Asnawi.
Digital Public Health merupakan rekonstruksi pendekatan dasar ilmu dan seni dalam upaya kesehatan masyarakat dengan mengedepankan konsep dan peralatan teknologi digital terkini. Sederhananya, jika dianalogikan public health sebagai kopi dan digital technology sebagai susu, maka digital public health adalah perpaduan keduanya (kopi susu).
Idealnya, seorang praktisi kesehatan masyarakat (public health) harus memiliki tingkat literasi digital yang tinggi dan mampu menggunakannya dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Pengintegrasian antara kesehatan masyarakat (public health) tradisional dengan teknologi digital menjadi tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. (Ish/dnd)