Hijrah dan Spirit Perubahan
Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta kembali menyelenggarakan Kajian Rutin Ahad Pagi. Kegiatan tersebut berlangsung secara luring di kompleks masjid dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD dengan tema serta pemateri yang berbeda setiap pertemuan. Pemateri kali ini adalah Dadi Nurhaedi, S.Ag., M.Si. yang merupakan Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Tinggal 2 hari lagi kita akan memasuki tahun baru Islam berdasarkan penanggalan kamariah yaitu perhitungan dalam kalender yang didasarkan atas berputarnya bulan mengelilingi matahari. Kemudian yang dalam kalender Islam itulah yang digunakan. Bagi umat Islam hal semacam ini sangat penting, karena dalam berbagai perayaan atau peringatan itu mengacu pada perhitungan kamariah. Beberapa tanggal atau bulan tersebut memang perlu dipastikan, sehingga kita harus betul-betul memahami tentang perhitungan kalender Islam ini. Tahun yang akan kita masuki nanti adalah tahun yang ke-1445. Nah, tahun itu didasarkan atas peristiwa hijrah,” tutur Dadi di awal ceramahnya.
Apa Itu Hijrah?
Hijrah secara bahasa artinya meninggalkan atau berpindah dari sesuatu ke sesuatu. Jika kita ingat kembali sejarahnya, hijrah Rasulullah saw. dengan para sahabat dari Makkah ke Yastrib yang kemudian dikenal dengan Madinah, itu merupakan peristiwa yang kemudian dikenal dengan hijrah. Rasulullah menjelaskan bahwa hijrah itu meninggalkan keburukan atau meninggalkan sesuatu yang tidak semestinya, menuju pada yang semestinya atau yang baik. Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang. “Peristiwa hijrahnya Rasulullah dan sahabat-sahabatnya ini sudah lama tetapi bagi kita yang hidup di generasi sekarang ini sangat penting untuk kita pahami. Bukan hanya peristiwa berpindahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah saja, tetapi hakikat dari peristiwa itu,” tutur Dadi.
Ia menambahkan, “Hijrah yang esensial itu bukan hijrah yang makaniyah atau hijrah tempat, meskipun sesungguhnya itu bisa menjadi bagian dari hijrah. Namun yang sangat substansial adalah hijrah maknawiyah yaitu hijrah untuk meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah menuju kepada yang lebih baik.”
Allah menegaskan dalam Q.S. Al-Mudatsir ayat 1‒5, yang artinya “1. Wahai orang-orang yang berkemul (berselimut)! 2. Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. Dan agungkanlah Tuhanmu. 4. Dan bersihkanlah pakaianmu. 5. Dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji.”
Ini merupakan panggilan dan bukan hanya tidur secara lahiriah. Tertidur di sini dapat diartikan orang yang tidak memiliki gairah atau semangat hidup untuk bangkit. Ayo semuanya bangkit untuk menegakkan kebenaran. “Jika kita berbicara tentang ayat ini, misalnya keburukan atau sesuatu yang semestinya ditinggalkan secara objektif, bahwa dalam diri kita itu masih selalu ada kekurangan. Bagi orang yang ingin melakukan perubahan harus selalu ada kesadaran bahwa dalam dirinya ada kelemahan, ada kekurangan yang kemudian itu harus ditinggalkan,” jelas Dadi.
Spirit Berhijrah atau Perubahan
Spirit untuk berhijrah meninggalkan sesuatu yang kita anggap keburukan, berarti masih relevan dan memang hijrah itu harus dimulai dari diri kita. Jika berbicara tentang spirit untuk selalu meninggalkan atau lebih tepatnya sekarang adalah perubahan, maka harus berlaku dan harus disadari oleh setiap orang. Misalnya, dalam konteks bermasyarakat atau bernegara kita mulai dari diri kita aja.
“Jadi melakukan perubahan atau meninggalkan keburukan itu kita mulai dari diri kita. Sebab justru yang diingatkan dan didorong oleh Allah adalah perubahan dari diri pribadi. Sangat sulit jika kita mengharapkan perubahan yang begitu besar, berharap orang lain untuk berubah. Maka, yang lebih realistis kita mulai dari diri kita masing-masing. Jadi, mengubah masyarakat atau mengubah kaum negara itu banyak dan berat sehingga yang lebih realistis adalah dimulai dari diri kita sendiri,” ucap Dadi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, “Manusia terdiri atas unsur jiwa dan unsur jasmani. Maka orang harus diubah, diubah jiwanya dan badannya. Diubah di sini maksudnya ialah diperbaiki. Jika ingin melakukan perubahan dalam skala besar maka harus dimulai dari pribadi masing-masing.”
Ruang Lingkup Perubahan
Perubahan itu harus dimulai dari pribadi-pribadinya, baru nanti kemudian dengan sendirinya akan ke level yang lebih luas. Setelah pribadinya, keluarganya, institusinya, atau lembaga tempat kita bekerja, yakni banyak orang yang sering berinteraksi dan kemudian pada level yang lebih luas lagi. Nah ini yang berkaitan dengan ruang lingkup perubahan itu.
Dalam konteks perubahan pribadi yang paling utama adalah mengubah otaknya atau sering disebut dengan mengubah pemikiran. Jadi, jika manusia tadi berasal dari unsur rohani dan jasmani maka bisa dikatakan bahwa otak itu bagian terpenting dari rohani. Jika kita ingin melakukan perbaikan konteks berhijrah meninggalkan, maka yang paling utama adalah otaknya atau pemikiran. Dari otak itulah, ia akan menjadi motor penggerak yang memengaruhi dan memberikan instruksi kepada organ-organ yang lain. “Jadi, otak ini harus benar-benar kita perhatikan. Beberapa hal yang bisa dikendalikan oleh otak kita adalah hawa nafsu, lisan, perbuatan tangan, dan lain sebagainya. Betapa pentingnya orang yang memiliki kemampuan otak untuk bisa mengendalikan dirinya,” ungkap Dadi.
“Mulai sekarang mari tinggalkan keburukan itu. Yakinlah bahwa apa yang kita lakukan ini merupakan suatu ibadah, melaksanakan perintah Allah. Semua yang Allah perintahkan, pasti itu adalah sebuah kebaikan. Keyakinan yang kuat tersebut akan memberikan orang itu untuk bisa lebih bersabar lagi dalam menghadapi berbagai kesulitan,” imbuh Dadi.
Kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah lama ada dalam diri kita memang tidak mudah dalam mengubahnya. Pasti sulit dan butuh waktu yang lama. Mulailah membiasakan untuk melakukan amalan-amalan kecil namun konsisten dilakukan, daripada yang besar tetapi jarang dilakukan. “Semangat dari hijrah adalah bagaimana setiap saat kita terus melakukan perbaikan diri, termasuk salah satunya adalah lewat mengaji. Jadi, dalam rangka memperbaiki diri kita tadi, kaitannya dengan nutrisi rohani adalah berpikir positif. Penguatan kita melakukan perbaikan diri harus dimulai dari persepsi kita tentang sesuatu. Semua capaian keberhasilan entah itu pada level yang paling mudah harus dimulai dengan keberanian berhijrah,” tutupnya. (zhr)