Islam dan Komunikasi: Dakwah sebagai Gaya Komunikasi para Nabi
Salah satu rangkaian dari Kegiatan Ramadan di Kampus (RDK) 1445 H Universitas Ahmad Dahlan (UAD) adalah Kajian Menjelang Berbuka Puasa yang rutin dilaksanakan di Masjid Islamic Center UAD. Sehubungan dengan itu, pada Kamis, 21 Maret 2023 bertepatan dengan 11 Ramadan 1445 H, Ustaz Rizki Firmansyah, Lc., M.Hum. hadir sebagai pengisi materi kajian. Ia merupakan dosen Ilmu Komunikasi UAD sekaligus penulis buku Ilmu Komunikasi Islami.
Dalam kajiannya, Ustaz Rizki menyampaikan bahwa, “Komunikasi terbesar umat manusia adalah Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat kalamullah yang Allah Swt. beritakan kepada Nabi Muhammad saw. dan sebagai umat-Nya kita jangan hanya memaknai sebagai bacaan semata. Komunikasi sebagai proses penyampaian pesan atau informasi dari satu pihak ke pihak lain baik verbal maupun nonverbal, menjadi perhatian bahwa komunikasi dan manusia merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan.”
Ia menambahkan, “Pengaruh komunikasi abad ini, khususnya ketergantungan manusia pada media yang menjadi lifestyle atau gaya hidup, senantiasa dekat dengan media informasi. Oleh karenanya, pengaruh komunikasi abad ini fokus pada konsep materialisme dan kapitalisme. Komunikasi yang ber-value merumuskan suatu idealitas harus dibangun atas dasar filosofi dan nilai-nilai etik ideal yang dianut atau diterima oleh masyarakat secara umum.”
Ustaz Rizki pun mengutip pesan Jalaludin Rahmat dengan mengatakan, “Komunikasi dapat menjadi sumber informasi tetapi juga dapat menjadi sumber pertikaian. Namun tentunya media komunikasi tak selamanya buruk, contohnya gerakan julid fii sabilillah dan boikot produk zionis yang akhir-akhir ini marak dicanangkan warganet.”
Bentuk komunikasi Islam di antaranya adalah dengan berdakwah yang merupakan tugas manusia untuk menyeru kepada kebaikan dan tablig. Dalam Hadis, terdapat ajakan Rasulullah untuk menyampaikan dakwah walaupun hanya satu ayat saja, dengan apa yang kita mampu. Misalnya hanya bismillah, alif ba ta, tentunya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak saling menasihati dan mengajak kepada kebaikan sesama umat Rasulullah. Sebagai umat terbaik, kita harus mengingatkan kepada amar makruf nahi mungkar.
Sementara itu, pola komunikasi Islam terdiri atas pengulangan (takrir) dan graduasi (bertahap).Takrir bermakna mengulangi lafal atau sinonimnya untuk menetapkan makna, yakni menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal terhadap sebuah makna secara berulang. Contohnya lafal faabi ayyi alla irabbikuma tukazziban, pengulangan kabar akan datangnya kiamat di beberapa surat yaitu Al-Qariah, Al-Jaljalah, Al-Adiyat, dan Al-Haqqah, secara tidak langsung mengikuti pola Al-Qur’an.
Kemudian, Al-Qur’an turun secara bertahap. Dalam hal ini, kita harus berkomunikasi sesuai kondisi akal pendengar, contohnya adalah ayat tentang khamar yang turun secara bertahap. An-Nahl ayat 67, buah kurma dan anggur dapat dijadikan minuman yang memabukkan dan dari keduanya terdapat rezeki yang baik. Al-Baqarah ayat 219 Allah Swt. menyebutkan jika keburukan khamar lebih besar dari manfaatnya. An-Nisa ayat 43 Allah Swt. melarang untuk salat jika seseorang mabuk. Al-Maidah ayat 90 dengan tegas pelarangan khamar difirmankan Allah Swt. bahwa ia termasuk dari pekerjaan setan dan harus benar-benar ditinggalkan.
“Untuk itu, tentunya amat jelas Al-Qur’an dengan komunikasinya senantiasa ingin mengarahkan umat kepada nilai-nilai kemanfaatan, bukan sesuatu yang nir nilai dan tanpa nilai. Sebab, yang diinginkan tentu saja kebermanfaatan bagi kehidupan umat di dunia dan di akhirat kelak, yang dimulai dari komunikasi yang kita utarakan,” tutup Ustaz Rizki dalam kajiannya. (Uln)