Mahasiswa Teknologi Pangan UAD Raih Juara 2 Esai di Bidang Social, Language & Cultural

Muhammad Irpan, Mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Ahmad Dahlan (UAD), (Foto. Irpan)
Muhammad Irpan, mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Ahmad Dahlan (UAD), berhasil meraih Juara 2 Esai pada sub-tema Social, Language & Cultural dalam ajang Ahmad Dahlan International Seminar #3 (2025) yang diselenggarakan oleh Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) UAD. Kompetisi tersebut diikuti oleh 770 peserta dari 22 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) se-Indonesia serta mahasiswa dari berbagai negara seperti China, Ghana, Kenya, Korea, Malaysia, Mesir, Thailand, dan Yaman.
Dalam kompetisi tersebut, Irpan mengangkat karya berjudul “Logika Mistika dalam Kearifan Sosial Masyarakat Baduy: Antara Rasionalitas dan Tradisi.” Melalui esainya, Irpan mencoba membaca ulang pandangan Tan Malaka tentang “logika mistika” yang selama ini dianggap sebagai penghambat kemajuan berpikir, dan mengaitkannya dengan cara hidup masyarakat Baduy yang justru menggunakan mistika sebagai sarana menjaga harmoni sosial dan alam.
“Saya tertarik menggali bagaimana cara berpikir masyarakat Baduy sering dianggap mistis, padahal memiliki logika dan nilai sosial sendiri. Saya ingin menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus meninggalkan tradisi,” ungkapnya.
Lahir dan besar di Lebak, Banten, Irpan memiliki kedekatan personal dengan masyarakat Baduy yang menjadi sumber inspirasinya. Ia menuturkan bahwa proses penulisan esai ini merupakan perjalanan reflektif antara dunia rasionalitas modern dan kearifan tradisional.
“Saya berangkat dari pemikiran Tan Malaka dalam Madilog yang menyebut logika mistika sebagai hambatan berpikir. Tapi setelah saya amati, pada masyarakat Baduy, justru logika itu menjaga keseimbangan antara manusia dan alam,” jelasnya.
Irpan percaya, keunikan esainya terletak pada upayanya menjembatani dua pandangan, modernitas dan tradisi tanpa meniadakan salah satunya. Ia tidak menolak logika modern, tetapi juga tidak menghapus makna rasionalitas lokal.
“Esai ini mencoba menunjukkan bahwa rasionalitas tidak hanya milik dunia modern. Tradisi pun punya logikanya sendiri, hanya saja berbicara dengan bahasa yang berbeda,” ujarnya dengan tenang.
Bagi Irpan, kemenangan ini bukan semata soal prestasi, melainkan hasil dari refleksi panjang terhadap akar budaya sendiri. Ia berharap semakin banyak mahasiswa yang berani menulis dan meneliti hal-hal yang dekat dengan keseharian mereka.
“Tulisan terbaik sering lahir dari hal yang dekat dengan diri kita sendiri. Kalau kita bisa membaca realitas sosial dengan jujur, kita akan menemukan banyak nilai yang bisa dibanggakan,” tutupnya. (Adi)
