Menggali Makna Al-Falah untuk Peradaban

Ustaz Asrul Jamaluddin, S.Th.I., M.Hum., Pemateri Kajian Ahad Pagi di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Masjid IC UAD)
Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali menghadirkan Kajian Rutin Ahad Pagi pada 5 Oktober 2025, yang bertepatan pada 13 Rabiulakhir 1447 H. Pada kajian ini hadir Ustaz Asrul Jamaluddin, S.Th.I., M.Hum. yang merupakan anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sebagai pemateri dengan membawakan tema “Al-Falah dari Konsep Menuju Peradaban Mutu”.
Dalam tausiahnya, Ustaz Asrul menjelaskan pada hakikatnya Islam datang dengan tiga fungsi. Pertama, Tanwirul Afkar yang berarti tata pikir di mana Islam memberikan petunjuk kepada manusia untuk menggunakan akal pikiran dengan baik. Kemudian yang kedua, Tahdzibul Akhlak yang artinya mengajarkan cara berperilaku yang benar. Kemudian, yang ketiga Tanzimul amal yang artinya tata karya.
Ketiga fungsi ini dapat diwakilkan oleh sikap ihsan yang dapat diterapkan dalam ibadah kepada Allah Swt. maupun dalam kehidupan sehari-hari. Tiga fungsi ini merupakan sebagai pengantar materi dalam kajian ini.
Lalu apakah Al-falah itu? Tentunya jika mendengar kata ini akan terbesit di pikiran kita yaitu suatu kata yang terkandung dalam seruan azan. Menurut Ustaz Asrul, Falah sendiri bermakna sukses. Kemudian, jika ditambahkan menjadi Hayya alal falah berarti mari kita berlomba-lomba menjadi orang sukses. Berikutnya Falah dapat diartikan Makmur jadi Hayya alal falah dapat juga diartikan ajakan untuk berlomba-lomba menggapai impian manusia pada umumnya, yaitu hidup makmur. Jadi Al-Falah sendiri dapat diartikan sebagai hidup makmur dan bahagia.
Menurut Ustaz Asrul secara ideal kebahagiaan dalam hidup dapat diukur dengan empat indikator berupa biologis, ekonomi, sosial, dan politik. “Idealnya hidup itu diukur dari apa? Satu, biologis yaitu di mana tubuh kita sehat bisa punya keturunan. Itu sudah satu indikator bahwa kita bahagia di dunia. Namun, jika belum diberikan keturunan itu pasti diberikan anugerah yang lain. Yang kedua ekonomi, apabila kita punya kepemilikan terhadap sumber finansial, itulah sebabnya mengapa orang berlomba-lomba jadi pegawai. Namun, kalau bukan pegawai tapi punya sumber finansial yang jelas itu juga sama”.
Disisi lain Ustaz Asrul menambahkan pentingnya memahami indikator sosial dan politik dalam bermasyarakat. “Kemudian yang ketiga sosial, di mana kita memiliki hubungan pertemanan yang dapat menumbuhkan benih-benih kebahagiaan. Kemudian yang keempat, maksud politik yaitu dapat ikut andil dalam penentuan kebijakan dalam masyarakat misalnya memberikan usulan ke RT kemudian usulan kita diterima dengan baik. Itu juga termasuk dalam sumber-sumber kebahagiaan,” jelasnya.
Dengan demikian dalam kajian ini menekankan pentingnya memahami serta menerapkan indikator biologis, ekonomi, sosial serta politik dalam bentuk ihsan untuk mencapai kebahagiaan. (Nah)