Menjadi Teman Bertumbuh yang PEKA: Refleksi Konselor Sebaya dalam Menemani Perjalanan Diri

Dian Kinayung, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Bimawa UAD)
Dalam dinamika kehidupan kampus yang penuh transisi dan pencarian jati diri, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk berkembang secara akademik, tetapi juga secara psikologis dan sosial. Peran konselor sebaya menjadi sangat penting dalam fase ini. Dalam Orientasi Pembekalan Konselor Sebaya Tingkat Program Studi yang diselenggarakan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dian Kinayung, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dosen Psikologi UAD, mengangkat perspektif mendalam mengenai pertumbuhan diri dan pentingnya menjadi teman yang PEKA dalam proses tersebut.
Pertumbuhan Diri: Bukan Kompetisi, Melainkan Proses
Dian Kinayung membuka materinya dengan mengajak peserta memahami bahwa pertumbuhan diri adalah proses individual yang bersifat dinamis dan berkelanjutan. Dalam proses ini, manusia belajar mengenali dirinya, mengelola emosinya, dan membangun relasi yang sehat dengan lingkungan. Salah satu bentuk kekeliruan umum adalah kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain secara tidak proporsional. “Membandingkan diri itu sah-sah saja, asalkan apple to apple. Jangan membandingkan perjalanan mahasiswa baru dengan figur publik seperti Maudy Ayunda yang sudah melewati fase hidup yang berbeda,” jelasnya. Perbandingan yang tidak realistis hanya akan melahirkan ketidakpuasan dan menyuburkan perasaan tidak cukup, padahal setiap individu memiliki konteks dan ritme pertumbuhan yang unik.
Menjadi Teman Bertumbuh yang PEKA
Sebagai konselor sebaya, mahasiswa tidak dituntut menjadi ahli psikologi, tetapi diharapkan memiliki sensitivitas kemanusiaan yang tinggi. Dalam hal ini, ia memperkenalkan konsep menjadi teman bertumbuh yang PEKA, sebuah akronim yang mencerminkan empat nilai penting, yaitu Perhatian, hadir sepenuhnya dalam interaksi, memberi ruang tanpa menghakimi. Empati, mampu merasakan dari sudut pandang orang lain, bukan sekadar merasa kasihan. Komunikatif, menyampaikan gagasan dan mendengarkan secara aktif, terbuka, dan asertif. Amanah, menjaga kepercayaan, baik secara moral maupun dalam menyimpan rahasia.
Keempat elemen ini menjadi fondasi utama dalam menjalin relasi suportif antara konselor sebaya dan mahasiswa baru.
Latihan Kesadaran: Sebuah Awal Menuju Keseimbangan Diri
Sebagai penutup, ia mengajak peserta untuk tidak hanya memahami secara kognitif, tetapi juga mengintegrasikan dalam praktik. Salah satu latihan sederhana tetapi efektif yang dilakukan adalah latihan pernapasan sadar (mindful breathing). Latihan ini bertujuan mengembalikan fokus ke saat ini, menenangkan pikiran, dan meningkatkan kesadaran diri, kemampuan penting yang harus dimiliki oleh seorang konselor sebaya. Latihan semacam ini tidak hanya bermanfaat dalam menghadapi stres pribadi, tetapi juga menjadi modal penting saat mendampingi mahasiswa lain yang sedang mengalami tekanan akademik maupun emosional.
Menyemai Pertumbuhan Lewat Hubungan yang Bermakna
Materi yang disampaikan oleh Dian Kinayung memberikan pesan mendalam bahwa peran konselor sebaya bukan tentang menjadi “penyelamat”, melainkan menjadi “teman bertumbuh”, seseorang yang berjalan bersama dalam proses pencarian makna, melewati tantangan hidup, dan merayakan pencapaian sekecil apa pun. Dengan menjadi pribadi yang PEKA, konselor sebaya dapat menjadi ruang aman yang langka di tengah dunia yang terlalu cepat menilai. Dan dari relasi yang hangat itulah, benih-benih pertumbuhan sejati mulai bersemi. (Mawar)