Pengampunan Allah Itu Penting
Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar Kajian Rutin Ahad Pagi. Acara tersebut diisi oleh Dr. H. Nur Kholis, S.Ag., M.Ag. dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sekaligus Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) UAD. Ia menyampaikan materi terkait tafsir Surah Ali-Imran ayat 133‒134.
Pada ayat 133 dimulai dengan ayat yang berbunyi wa saaringuu yang memiliki makna bersungguh-sungguh dan menganekaragamkan pekerjaan. Nur Kholis menjelaskan bahwa ketika manusia sudah bersungguh-sungguh maka waktu yang dimiliki akan efektif dan jauh lebih bermanfaat. Ibarat usia, usianya tidak panjang tetapi yang dikerjakan sudah banyak dan maksimal.
“Yang dimaksud berserah, menganekaragamkan pekerjaan, dan bersungguh-sungguh adalah beramal saleh, karena beramal saleh itulah yang akan mengantarkan manusia menuju surga,” imbuhnya.
Mengapa manusia harus demikian? Kemudian ia menjelaskan jika pengampunan itu adalah sesuatu yang paling berharga melebihi apa pun, untuk itu manusia harus bersungguh-sungguh. Pengampunan memiliki arti ditutupi, ditutupinya dosa manusia oleh Allah.
“Pengampunan Allah bisa menambah kekuatan, jadi mungkin kekuatan seperti sabar, ikhlas, rida, syukur yang kita miliki tidak sebanding dengan musibah yang akan kita hadapi. Maka dengan pengampunan itu, kekuatan-kekuatan yang telah kita miliki ditambah oleh Allah sehingga kita mampu menghadapi musibah pada suatu hari nanti,” tegasnya.
Selain itu, syawalan itu sejatinya adalah peningkatan. Peningkatan kekonsistenan amal saleh yang telah dibangun saat bulan Ramadan. Jadi ketika Ramadan rajin beribadah maka di bulan Syawal ini harus makin rajin lagi dalam beramal saleh.
Kemudian dalam akhir ayat 133 Allah menegaskan bahwa segala ampunan dan surga itu disediakan bagi orang yang bertakwa. Hal ini lanjut dijelaskan dalam ayat 134 jika takwa itu adalah sikap dan sifat yang keduanya akan tampak dalam perbuatan.
“Sikap dan sifat yang mencerminkan takwa adalah orang yang selalu, dalam arti dari sekarang dan sampai habis waktu, senantiasa berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Dalam tafsir Al-Misbah, infak ini maknanya umum tidak selalu berwujud harta, tetapi apa saja yang dapat diberikan dan bermanfaat,” ungkapnya.
Nur Kholis menyatakan, jika sekadar merukunkan tetangga yang lagi berselisih itu adalah pemberian. Dalam hal ini, hakikat memberi itu bukan sekadar soal apa yang diberi, tetapi terkait bagaimana sikap yang tertanam dalam hati sejatinya gemar memberi atau tidak.
Selanjutnya, wal kadhimiina berasal dari kata kadhuma yang memiliki arti mengikat dan menahan. Dalam ayat ini, ia menjelaskan bahwa Allah menyuruh hendaknya manusia menahan amarah. Apa tidak boleh marah? Tentu boleh karena marah adalah salah satu sifat manusiawi manusia, tetapi ketika marah harus tau waktu, tempat, sasaran yang tepat dan yang terpenting jangan berlebihan.
“Dan Allah kemudian menegaskan pula, jika yang lebih baik adalah mampu memaafkan. ‘Aafiin atau memaafkan itu memiliki makna menghapus, sekalipun mungkin tidak dapat sepenuhnya memaafkan. Namun, ketika manusia mampu memaafkan maka pihak yang paling diuntungkan adalah orang yang memaafkan bukan yang dimaafkan,” jelasnya.
Di akhir materi, Nur Kholis mengingatkan bahwa pengampunan Allah itu lebih penting dari harta yang banyak. Buat apa memiliki harta banyak tetapi tidak bermanfaat untuk amal saleh. Perlu diingat sabda Nabi yang menyatakan surga itu dapat diraih dengan 2 cara yaitu dengan pengampunan Allah dan rahmat Allah. (SFL).