Peran Guru dalam Membangkitkan Sains dari Dalam Kelas

Dr. Sri Utari, M.Pd.Si. sebagai Pemateri Seminar Hari Kebangkitan Nasional FAST Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Humas FAST UAD)
Seminar Hari Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Sains dan Teknologi Terapan (FAST) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Selasa, 20 Mei 2025, menghadirkan Dr. Sri Utari, M.Pd.Si. selaku Guru Biologi Berprestasi dari SMA Negeri 1 Yogyakarta, sebagai pemateri kedua. Bertempat di Amphitarium Lantai 9 Kampus IV UAD, beliau membawakan materi bertema “Membangkitkan Sains dari Kelas” dari perspektif praktisi pendidikan.
Beliau memulai dengan mengibaratkan ruang kelas sebagai “black box” dalam dunia pendidikan. Ia menekankan bahwa meskipun kurikulum dan perangkat pembelajaran telah berubah, transformasi sejati hanya akan terjadi jika guru dan siswa bersama-sama menciptakan suasana kelas yang bermakna. “Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas hanya diketahui oleh siswa, guru, dan Tuhan,” ungkapnya.
Dalam paparannya, ia menguraikan bahwa untuk mengungkap isi dari “black box” pendidikan diperlukan tiga hal utama, yaitu pengembangan model evaluasi pembelajaran berbasis mata pelajaran, penerapan classroom assessment, dan evaluasi diri guru secara sadar dan terus menerus. Menurutnya, refleksi sederhana seperti reaksi spontan siswa usai pembelajaran merupakan bagian dari evaluasi penting yang kerap diabaikan.
Beliau juga membagikan temuan dari disertasinya yang menunjukkan bahwa dimensi proses seperti iklim kelas, kinerja guru, dan kinerja peserta didik berpengaruh signifikan terhadap hasil pembelajaran berupa penguasaan konsep dan sikap ilmiah. Dalam model tersebut, kinerja peserta didik memiliki kontribusi paling besar, menegaskan pentingnya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
“Pembelajaran sains menuntut siswa untuk terlibat aktif. Guru tetap berperan penting, tapi siswa yang menjadi pusatnya,” tegasnya.
Ia kemudian memaparkan praktik pembelajaran biologi berbasis pendekatan STEM dan deep learning yang telah ia terapkan. Dalam pendekatan STEM, siswa diajak merancang solusi dari permasalahan nyata seperti keterbatasan lahan pertanian di perkotaan. Sedangkan dalam pendekatan deep learning, siswa belajar dengan berkesadaran, bermakna, dan menyenangkan, salah satunya melalui proyek tentang inovasi produk tempe sebagai warisan budaya Indonesia.
Kedua pendekatan tersebut tidak hanya mendorong penguasaan konsep, tetapi juga pengembangan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kreatif, dan komunikasi. Sri Utari menekankan pentingnya guru untuk kreatif memetakan tujuan pembelajaran secara akumulatif agar sesuai dengan capaian yang diharapkan. (Ito)