Perspektif Islam dalam Menyikapi Mitos dan Hantu di Tanah Jawa
Memahami alam metafisik hanya dengan pengalaman spiritual menjadikan manusia rawan tersesat dan diganggu oleh jin, karena cara terbaik untuk memahami alam metafisik hanyalah melalui Al-Qur’an.
Mitos tercipta agar menciptakan rasa takut, dan kondisi jiwa yang takut muncul karena ada perubahan rasa. Hal ini dipengaruhi oleh tiga kondisi jiwa yang saling berhubungan, yaitu id (insting), ego (kondisi realistis), dan superego (pengontrol).
Fenomena yang sering terjadi adalah insting seseorang lebih dominan dari kondisi realistis yang mengakibatkan fungsi superego berkurang. Seperti firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Hajj ayat 53 yang artinya “Allah akan menjadikan waswas dan syubhat itu sebagai ujian bagi orang-orang munafik dan orang-orang kafir, agar kesesatan dan kejahatan mereka semakin bertambah.”
Selain mitos, Ustaz Muhammad Faizar Hidayatullah, M.Pd. juga menjelaskan bahwa hantu adalah sebuah produk budaya yang mana sudah dikenal orang Jawa sejak berabad-abad yang lalu melalui pewayangan. Oleh karena itu, manusia tidak perlu takut dengan kehadiran mitos dan makhluk halus di tengah-tengah masyarakat karena kedudukan manusia tetap lebih tinggi dari keduanya.
Menurutnya, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan kaum muslim agak terhindar dari sihir dan buhul, di antaranya menjauhi perbuatan musyrik, rutin membaca Al-Qur’an, serta menghindari iri dengki dan penyakit hati lainnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Q.S. Fussilat ayat 22 yang artinya “Kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan.”
Meskipun pada awalnya ilmu rukiah masih asing dan banyak diragukan di beberapa kalangan muslim, Ustaz Faizar yakin dan memperjuangkan ilmu ini agar dapat membantu orang-orang yang terkenal sihir dan buhul karena hal tersebut memang ada di sekitar manusia dan keberadaannya cukup kuat di Indonesia.
Bahasan tentang mitos dan hantu di tanah Jawa tersebut disampaikan oleh Ustaz Faizar saat menjadi pemateri dalam Kajian Duha Ramadan di Kampus (RDK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Audiens yang datang berasal dari sivitas akademika UAD dan masyarakat umum. (Hnf)