Ramadan, Bulan Berpuasa Agar Manusia Bersyukur

Pengajian Songsong Ramadan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan narasumber Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Foto: Istimewa)
Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menyelenggarakan Pengajian Songsong Ramadan di lantai 2 Masjid Islamic Center (IC) Kampus IV UAD pada Senin, 20 Maret 2023 dengan tema âRamadan Mencerahkan Semestaâ. Kegiatan ini dihadiri oleh sivitas akademika dan pegawai UAD.
Rahmadi Wibowo S., Lc., M.A., M.Hum. selaku Kepala LPSI dalam sambutannya mengucapkan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian dari Ramadan di Kampus (RDK) UAD 1444 H. Universitas UAD selama bulan Ramadan ini memang akan mengadakan beberapa kegiatan. Pertama, Kajian Duha yang akan dilaksanakan setiap Sabtu pagi. Kedua, Kajian Jelang Buka Puasa yang dilaksanakan setiap hari menjelang buka puasa dan akan disiapkan ribuan nasi kotak untuk buka puasa bersama, kemudian dilanjutkan salat Magrib berjamaah. Ketiga, salat Isya dan tarawih berjamaah, dilanjutkan dengan kajian. Kajiannya dilaksanakan di antara salat Isya dan tarawih. LPSI akan menjadwalkan untuk masing-masing fakultas setiap harinya. Keempat, nuzululquran, haflah qoriâ, dan salat gerhana.
âUAD akan berkomitmen betul untuk kemudian meneguhkan dan menguatkan nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK),â ucapnya.
Drs. Parjiman, M.Ag. selaku Wakil Rektor Bidang AIK dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah terlibat menyukseskan kegiatan pagi itu. Permohonan maaf juga apabila kurang berkenan dalam menyambut.
âPengajian ini sangat penting karena sering berhadapan dengan realitas kapan umat Islam akan mulai puasa Ramadan, Idulfitri, dan lain-lain. Semoga dengan adanya pengajian ini semua jamaah dapat memahami dan menghayati bulan Ramadan dengan spirit Islam dan Kemuhammadiyahan,â ucapnya.
Kegiatan tersebut menghadirkan pemateri Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. selaku Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. âDalam Majelis Tarjih kriteria penetapan awal bulan itu ada 3, di antaranya ialah bulan berjalan telah mengelilingi bumi 1 putaran, tercapainya keliling itu sebelum matahari tenggelam pada akhir bulan tersebut, dan saat matahari tenggelam bulan masih di atas ufuk,â ucap Syamsul.
Puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang disyariatkan pada tahun kedua dari hijrah Nabi Muhammad saw. Puasa Ramadan wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang sudah balig dan berakal sehat.
âPuasa diwajibkan pada bulan Ramadan karena pada bulan inilah diturunkan Al-Qurâan, sehingga Ramadan menjadi bulan yang mulia dan penting. Alasan itulah yang membuat bulan ini layak dipuasai. Selanjutnya, karena Al-Qurâan diturunkan pada bulan Ramadan itu adalah petunjuk bagi manusia dan merupakan ayat-ayat yang jelas dari petunjuk Allah serta pembeda antara yang benar dan salah. Petunjuk itu ialah anugerah Illahi yang besar. Bulan Ramadan wajib dipuasai karena sebagai perwujudan rasa syukur anugerah petunjuk tersebut,â jelas Syamsul Anwar.
âOleh karena itu, surah Al-Baqarah ayat 185 ini ditutup dengan penegasan âagar kamu bersyukurâ. Dengan kata lain bulan Ramadan dipilih untuk dijadikan bulan berpuasa adalah agar manusia ingat dan mensyukuri anugerah petunjuk dari Allah yang diturunkan pada bulan itu. Diturunkannya Al-Qurâan pada bulan Ramadan adalah suatu malam yang penuh berkah yaitu malam kemuliaan atau malam lailatulkadar. Makanya, bulan Ramadan mengandung malam kemuliaan dan itu layak dipuasai,â sambungnya.
Diturunkannya Al-Qurâan adalah untuk memberi pencerahan, untuk mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan menuju pada cahaya. Pencerahan itu bisa diperoleh dengan baik apabila diamalkan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Turunnya Al-Qurâan adalah untuk mencerahkan semesta.
âPuasa bukan semata hanya aktivitas fisik saja. Aktivitas fisik hanyalah sebuah kegiatan yang di baliknya terdapat simbolisasi makna yang mendalam. Jadi, agama itu adalah dunia makna-makna. Setiap apa yang dilakukan terutama dalam hal ibadah, yang lebih penting adalah makna yang terkandung di dalamnya bukan aktivitas fisiknya,â tutupnya. (Zah)