Skripsi Tanpa Galau? Ini Kata Yosi, Dosen Greenflag PBSI

Bincang Akademik Bersama Dr. Yosi Wulandari, M.Pd., Dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto PBSI UAD)
Sabtu, 3 Mei 2025, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar bincang akademik bertajuk “Tips Mengerjakan Skripsi Anti Galau”. Acara ini disiarkan langsung melalui kanal YouTube PBSI FKIP UAD Official dan menghadirkan Dr. Yosi Wulandari, M.Pd., sebagai pembicara utama yang dikenal sebagai “Dosen Greenflag PBSI”.
Dalam sesi yang penuh antusiasme ini, Yosi mengungkap bahwa kegalauan skripsi ternyata tak hanya menghantui mahasiswa semester akhir. “Bahkan anak-anak SMA yang nonton konten TikTok saja sudah merasa takut duluan dengan skripsi,” ujarnya.
Menurutnya, skripsi adalah perkara psikologis, bukan semata-mata akademis. Banyak mahasiswa berprestasi tiba-tiba “menghilang” saat skripsi karena tidak siap mental. Untuk itu, menurutnya tips pertama dan utama adalah “selesai dengan diri sendiri”.
“Kita harus mengenali siapa diri kita, apa kelebihan dan kelemahannya. Jangan terus bandingkan diri dengan orang lain. Fokus pada kekuatan kita, karena tidak ada manusia yang sempurna,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjalin komunikasi baik dengan dosen wali atau dosen pembimbing akademik. Ia menyarankan agar mahasiswa aktif berkonsultasi setiap semester dan tidak segan menyampaikan apa yang dirasakan, termasuk minat dan ketertarikan riset.
“Kalau kamu nyaman di bidang A, tapi diberi topik di bidang B dan kamu tidak suka, ya beranilah bicara. Tapi tetap terbuka juga untuk mencoba, karena yang kita kira baik belum tentu cocok buat kita,” imbuhnya.
Tips lainnya adalah memahami minat sejak dini, bahkan dari semester 5 atau 6, mahasiswa sudah bisa membangun relasi akademik dengan dosen yang sesuai bidang risetnya. Saat ini banyak kampus, termasuk UAD sudah menerapkan skema dosen payung dan menyediakan berbagai peluang riset kolaboratif.
“Bahkan sekarang, kalau rajin ikut hibah kementerian atau program kreativitas mahasiswa (PKM), itu bisa diakui sebagai tugas akhir. Tahun kemarin, tujuh mahasiswa saya lulus tanpa skripsi konvensional, karena hasil karya mereka direkognisi,” ungkapnya.
Galau Skripsi: Wajar atau Bahaya?
Pertanyaan dari Aziz salah satu penonton live menjadi sorotan. “Galau karena skripsi itu wajar nggak sih, dan kapan jadi tanda bahaya?”
Yosi menjawab kalau galau itu wajar dan manusiawi. Ia juga pernah galau waktu S1 dulu. Namun ia memberi catatan penting, yang tidak wajar adalah saat galau membuat kita berhenti berusaha.
“Kalau sudah tidak berani datang ke kampus atau menghindar dari dosen, itu bahaya. Overthinking bisa menjerumuskan. Padahal masa depan itu masih putih, masih bersih, masih bisa kita isi dengan hal-hal baik.” Ia mendorong mahasiswa untuk tetap mencari jalan keluar ketika merasa buntu. Jangan sampai rasa takut mengendalikan hidup.
Seberapa Besar Peran Dosen Pembimbing?
Pertanyaan dari penonton live lainnya, Caca, mengangkat isu krusial. “Apakah kelancaran skripsi tergantung dosen pembimbing?”
Menurut Yosi, peran dosen pembimbing sangat penting. Bahkan, katanya, nilai tertinggi sidang berasal dari pembimbing, bukan penguji. “Makanya kalian jangan takut sama penguji, yang penting bangun hubungan baik dengan pembimbing dan kerjakan naskahnya sendiri,” jelasnya.
Ia mengakui bahwa setiap dosen punya gaya masing-masing. Namun, seorang dosen tetap harus melihat tugasnya sebagai amanah. “Kalau nama dosen tercantum sebagai pembimbing, berarti bertanggung jawab, bukan hanya pada konten akademik, tapi juga secara psikologis. Anak-anak sekarang itu Gen Z, semangatnya besar tapi mudah terdistraksi. Dosen harus memahami hal tersebut.”
Ia bercerita tentang mahasiswa bimbingannya yang awalnya tidak percaya diri, namun berhasil menembus program nasional karena didukung penuh. “Saat saya melihat mahasiswa yang awalnya ragu-ragu, bisa bangkit dan percaya diri, itu kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan. Jadi, dosen itu harus hadir, walaupun sibuk minimal dengan merespons dan meluangkan waktu,” tutupnya.
Acara ini menyampaikan pesan kuat bahwa skripsi tidak harus menjadi beban jika mahasiswa mau mengenali diri, aktif membangun relasi akademik, dan dosen hadir sebagai pembimbing sekaligus pendamping mental. (Mawar)