Bagaimana Adab Bertetangga?
Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta kembali menyelenggarakan Kajian Rutin Ahad Pagi. Kegiatan ini berlangsung secara luring di kompleks Masjid IC Kampus IV UAD dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD dengan tema serta pemateri yang berbeda setiap pertemuan. Pemateri kali ini adalah Budi Jaya Putra, S.Th.I., M.H. yang merupakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Kepala Pusat Tarjih UAD dan juga dosen UAD Program Studi Ilmu Hadis.
Budi Jaya Putra di awal ceramahnya menuturkan, “Salah satu kebahagiaan dalam hidup ialah memiliki tetangga yang baik.”
Ada yang mengatakan tetangga adalah 40 rumah setiap sisi dan ada yang mengatakan 10 rumah setiap sisi. Setelah diteliti, riwayat-riwayat yang membicarakan tentang batasan tetangga dinilai lemah. Maka secara dzahir, pembahasan tentang tetangga itu dikembalikan sesuai dengan adat kebiasaan. Adat kebiasaan adalah pembatas bagi hal-hal yang tidak dibatasi oleh syariat. Jadi, jika di syariat tidak ditemukan secara pasti maka dikembalikan kepada adat istiadat.
Kedudukan Tetangga dalam Islam
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia muliakan tetangganya.” (H.R. Bukhari 5589: Muslim 70). Jika di balik maknanya, orang yang hendak memuliakan tetangganya maka sudah tidak diragukan lagi keimanannya. Jadi, posisi tetangga ini sangat luar biasa. Salah satu haknya adalah dimuliakan. Jika kita bersikap sebaliknya bukan memuliakan tetapi malah bersikap zalim maka harus dipertanyakan keimanannya.
“Iman itu bukan hanya rajin ke masjid, rajin tahajjud, dan rajin puasa sebagai bukti orang yang beriman dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Namun, ada sisi lain yang harus diperhatikan salah satunya ialah memuliakan tetangga,” jelas Budi.
Memuliakan Tetangga
Memuliakan yang dimaksud ini adalah tidak menzalimi. Jika memasak, Nabi mengajarkan untuk diperbanyak dan jika memasak lalu baunya sampai tercium maka berilah tetangga itu apa yang kita masak. Inilah Islam, hak tetangga ialah dimuliakan. Bahkan jika kita memiliki makanan pun dan tetangga melihat maka tawarilah. Begitu pentingnya tetangga sampai-sampai malaikat Jibril sering menasihati Nabi Muhammad saw. tentang adab memuliakan tetangga dan Nabi merasa seolah-olah tetangga itu akan mewarisi hartanya, hal tersebut dikarenakan seringnya malaikat Jibril menasihati Nabi tentang tetangga. Sampai-sampai jika kita ingin membangun rumah pun harus izin dengan tetangga.
Anjuran Berbuat Baik kepada Tetangga
Dalam Q.S. An-Nisa ayat 36 Allah Swt. berfirman yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Jadi, berbuat baik kepada tetangga adalah suatu perintah dalam Islam bukan adat istiadat. Karena ini merupakan perintah dalam Islam dan berlaku langsung di Al-Qur’an perintahnya maka berlaku juga bagi muslim di seluruh dunia. Di mana pun kalian berada maka wajib untuk berbuat baik kepada tetangga. Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan tentang ayat ini, bahwa tetangga yang lebih dekat tempatnya maka lebih besar juga haknya. Sudah seharusnya seseorang mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah dengan sedekah, dakwah, lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan, serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan maupun perbuatan.” (Tafsir as-Sa’di, 1/171).
“Jadi kita harus hati-hati dalam berbuat ketika dengan tetangga. Orang yang paling baik di sisi Allah adalah dia yang paling baik dengan tetangganya,” tutup Budi. (Zah)