Menyelamatkan Generasi Muda dari Bahaya Miras
Kajian Rutin Ahad Pagi Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali digelar pada 6 Oktober 2024. Ali Yusuf, S.Th.I., M.Hum. selaku Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah didapuk menjadi penceramah. Kajian dihadiri oleh mahasiswa UAD dan masyarakat sekitar kampus.
Pada 20 September 2024, ormas-ormas yang ada di Yogyakarta seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) bersama-sama melakukan pernyataan sikap tentang darurat minuman keras (miras). Mereka berkumpul untuk menolak miras, antimiras, dan peredarannya. Hal ini disebabkan oleh penjualan miras yang semakin membahayakan, dengan banyaknya outlet-outlet penjual miras yang legal maupun ilegal. Bahkan warung-warung kecil pun disisipi dengan berjualan miras.
Miras dalam KBBI adalah minuman keras yang mengandung alkohol dengan kadar tinggi yang dapat menyebabkan mabuk. Di dalam Qamus Al-Muhith, khamar adalah sesuatu yang menutupi akal dan menghalangi fungsi normal akal. Kemudian di dalam Fathul Bari, khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan dari minuman tanpa memandang asal bahan pembuatnya.
Pada zaman jahiliah, orang-orang sudah terbiasa dengan minuman khamar. Bahkan khamar dijadikan sebagai minuman untuk suguhan tamu dan sahabat pun ada yang pernah meminum khamar. Sehingga ketika proses mengharamkan khamar itu tidak bisa sekaligus, tetapi dilaksanakan secara bertahap. Maka dapat diambil faedah bahwa ketika berdakwah pun harus bertahap.
Pengharaman khamar memiliki empat fase, yang pertama adalah sikap netral yang tidak langsung mengharamkan khamar. Fase kedua Allah mulai memberikan arahan untuk menghindari perkara-perkara yang mendatangkan mudarat yakni khamar dan maisir (perjudian). Fase ketiga adalah larangan salat dalam keadaan mabuk, dan fase keempat adalah pengharaman khamar secara total.
Dampak negatif miras, antara lain dapat merusak banyak organ tubuh (jantung, paru-paru, ginjal, saraf, dan lain-lain), melemahkan daya pikir serta gangguan jiwa, menjadi boros dan lalai terhadap nafkah keluarga, menimbulkan perselisihan, serta sebagai penyebab malas ibadah dan sumber keburukan. (Lusi)