Bicara Isu Palestina: BSA UAD Adakan Seminar Nasional
Sampai saat ini rakyat Palestina masih terus berjuang melawan penjajahan dan penindasan yang dilakukan oleh kaum Zionis Israel. Tentara Yahudi telah membunuh kaum wanita dan anak-anak secara membabi buta. Rumah, sekolah, dan rumah sakit habis dihancurkan oleh Zionis, nyawa manusia seakan tak ada harganya. Konflik ini merupakan salah satu konflik terpanjang dan sudah ada sejak zaman dahulu. Oleh karena itu, perlu bagi semuanya untuk selalu mengingat perjuangan dan pengorbanan warga Palestina.
Selaras dengan hal itu, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Bahasa dan Sastra Arab (BSA) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mengadakan seminar nasional tentang Palestina sebagai bentuk dukungan dan upaya agar selalu mengingat perjuangan Palestina. Seminar ini merupakan salah satu rangkaian acara Arabic World Festival (Awfest) ke-6 BSA UAD yang diselenggarakan pada Jumat, 5 Januari 2024 di Ruang Amphitarium Kampus IV UAD dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube. “Palestina Membara, Apa Kontribusi Kita?” merupakan tema yang diusung dalam kegiatan seminar. Acara tersebut diikuti oleh seluruh peserta seminar, peserta lomba, dan panitia.
Seminar nasional dipandu oleh Ahmad Zaki Annafiri, S.Pd.I, M.Ed. selaku moderator. Ia selama ini juga dikenal sebagai dosen BSA UAD. Hadir sebagai pembicara yakni Koordinator Fungsi Timur Tengah & Afrika Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Aspasaf, Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri Akhmad Masbukhin, M.S.I. selaku pemateri.
Terdapat banyak upaya yang sudah dilakukan masyarakat dalam memperjuangkan Palestina, perjuangan untuk mengingatkan atau menghidupkan kembali apa yang terjadi di Palestina. Sebab, Palestina memang berjasa besar dalam eksistensi saat ini.
Konflik Palestina-Israel adalah satu-satunya konflik dalam sejarah dunia yang memiliki durasi sangat panjang. Konflik tersebut menjadi satu-satunya konflik yang reperkusinya menjangkau hingga ke seluruh dunia, jauh melampaui batas-batas tanah yang dipersengketakan. Konflik Palestina-Isrrael juga telah mengalami mutasi eksistensi, yakni tidak lagi menjadi sekadar sengketa teritorial tetapi juga telah menjadi salah satu defining symbols dalam konstelasi politik modern internasional. Dengan adanya konflik Palestina-Israel sekarang, dijadikan semacam identitas bagi negara-negara sekitar, contohnya negara-negara Islam.
Akhmad Masbukhin mengungkapkan bahwa pada titik inilah Indonesia menempati suatu posisi yang unik. Sebagai bagian dari komunitas bangsa-bangsa yang pernah di bawah penjajahan asing, bangsa Indonesia memiliki kepekaan yang amat tinggi pada hal-hal yang berkenaan dengan isu kemerdekaan. Dalam hal konflik Palestina-Israel ini jelas bahwa Indonesia tidak mengakui Israel dan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengannya. “Ketika sudah menjalin hubungan diplomatik dengan suatu negara, maka harus menghormati kebijakan negara tersebut dan jika berbicara tentang konflik Palestina-Israel, maka ini berbicara tentang penjajahan atau kolonialisme,” imbuhnya.
Terdapat beberapa isu utama dalam konflik Palestina-Israel, yaitu masalah perbatasan, pengungsi Palestina, sengketa Kota Yerusalem, pemukiman ilegal, keamanan, dan akses air bersih. Di Timur Tengah yang paling susah adalah akses air yang bersih, sedangkan di Gaza akses listrik tidak ada dan akses air dipotong. Selama ini warga Gaza bisa mendapatkan air dari perubahan air laut menjadi air tawar dan itu ada alatnya di tiga titik Gaza, kemudian ada pipa yang mengalir oleh Israel dan ketika Israel memotong saluran pipa itu maka orang-orang Gaza tidak mendapatkan air. Setiap orang-orang di Gaza hanya mendapat air tiga liter setiap harinya untuk kebutuhan pangan dan juga mandi. Jadi, memang harus benar-benar diatur agar air yang telah didapatkan cukup.
Masbukhin mengatakan bahwa Palestina sangat berjasa bagi Indonesia karena dukungan pertama dari dunia Arab terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia disuarakan untuk pertama kalinya pada tahun 1944 oleh pemimpin Palestina, Mufti Agung Syaikh “Al-Haj” Muhammad Amin Al-Husaini. Jauh sebelum Indonesia diakui kemerdekaannya oleh negara-negara Barat, Mufti Agung Muhammad Amin Al-Husaini berkeliling sampai ke Mesir dan memprovokasi temannya untuk mengambil uangnya di bank Al-Arabiyyah agar mendonasikan ke Lajnah Difa’ Indonesia.
“Mufti Agung merupakan orang pertama kali yang memobilisasi massa untuk kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu mari kita masifkan lagi untuk membagikan informasi tentang Palestina di media sosial, memberi donasi maupun bantuan, dan tak lupa untuk selalu mendoakan,” sambungnya. (Zah)