Cegah Risiko Self-Medication, Dosen Farmasi UAD Latih Remaja Davao Buat Teh Herbal

Pengabdian kepada Masyarakat di Filipina oleh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Farmasi UAD)
Filipina, negara kepulauan yang menempati peringkat ke-12 sebagai negara berpenduduk terbanyak di dunia, menghadapi tantangan kesehatan yang cukup kompleks, terutama di Pulau Mindanao. Kota Davao sebagai salah satu kota utama mencatat angka morbiditas yang tinggi, dengan hipertensi sebagai penyebab utama pada tahun 2021. Selain itu, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) juga menjadi penyakit yang paling banyak diderita masyarakat.
Di tengah keterbatasan akses dan kepercayaan terhadap layanan kesehatan, praktik self-medication atau pengobatan mandiri menjadi pilihan umum, termasuk di kalangan remaja. Survei menunjukkan bahwa 85,5% pelajar Filipina pernah melakukan pengobatan mandiri tanpa berkonsultasi dengan tenaga medis. Sebanyak 66% pelajar mengaku memperoleh pengobatan dari rumah, sementara 72,1% merasa keluhan yang dialami tidak cukup serius untuk diperiksakan ke dokter.
Penyakit ringan seperti batuk, pilek, dan flu menjadi keluhan yang paling sering ditangani secara mandiri. Di antara solusi yang umum digunakan, teh jahe (50,46%) dan teh hijau (41,59%) menjadi pilihan herbal yang populer.
Merespons kondisi tersebut, dua dosen dari Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Iis Wahyuningsih dan Arif Budi Setianto, menyelenggarakan program pengabdian kepada masyarakat (PkM) di Kota Davao pada 15–16 Mei 2025. Program ini bertujuan membekali remaja dengan pengetahuan dan keterampilan pengobatan mandiri berbasis herbal.
Kegiatan pelatihan yang diikuti sekitar 20 siswa setingkat SMA ini dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu pre-test untuk mengukur pengetahuan awal, penyampaian materi mengenai manfaat farmakologis bunga telang dan serai, praktik pembuatan teh celup, serta post-test untuk menilai peningkatan pemahaman peserta.
Pada sesi praktik, para peserta diajak untuk menyerbuk bunga telang dan serai dengan perbandingan 4:1, kemudian mengemasnya ke dalam kantong teh celup. Proses dilanjutkan dengan pengemasan menggunakan standing pouch dan penyegelan dengan mesin sealer.
Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan dari sisi pengetahuan dan keterampilan peserta. Teh celup hasil karya siswa dinilai layak dikonsumsi dan bahkan memiliki potensi untuk dipasarkan secara terbatas.
Program ini tidak hanya menjadi sarana edukatif, tetapi juga membuka peluang kewirausahaan kecil berbasis pemanfaatan bahan lokal yang sehat dan aman sebagai solusi alternatif self-medication. (Lat/Lus)