Iktikaf untuk Mengharap Rida Allah
Panitia Ramadan di Kampus (RDK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan pembukaan kegiatan iktikaf pada Sabtu, 30 Maret 2024, bertepatan dengan malam ke-21 Ramadan 1445 H. Acara pembukaan diselenggarakan di Masjid Islamic Center Lt. 2 Kampus Utama UAD. Kegiatan iktikaf akan digelar selama 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
Pembukaan acara ditandai dengan ucapan basmalah yang dipimpin oleh moderator. Dilanjutkan dengan acara pembukaan iktikaf yang dibuka langsung oleh Wakil Rektor Bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Dr. Nur Kholis, S.Ag., M.Ag. sekaligus dilanjutkan dengan penyampaian materi iktikaf olehnya.
“Kami mewakili Universitas Ahmad Dahlan menyatakan bahwa iktikaf di Masjid Islamic Center pada tahun ini resmi dibuka. Mudah-mudahan beriring rida dari Allah, Bapak Ibu sekalian senantiasa diberikan kesehatan dan diberikan kekuatan agar dapat terjaga untuk melakukan hal-hal baik. Semoga segala sesuatu yang dicita-citakan oleh Bapak Ibu sekalian diijabah oleh Allah,” tuturnya.
Dalam penuturan materi, Dr. Nur Kholis menyampaikan bahwa iktikaf dari segi bahasa artinya adalah berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Para ulama berbeda dalam memberikan pengertian secara istilah, misalnya dari ulama Hanafi mereka berpendapat bahwa iktikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk salat berjamaah. Ulama Syafi’i berpendapat bahwa iktikaf itu berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah. Dalam pendapat ini, masjid yang dipakai iktikaf tidak ditentukan yakni boleh di semua masjid. Menurut pendapat Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam bukunya Tuntunan Ramadan, iktikaf merupakan berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan atau ibadah tertentu untuk mengharapkan rida Allah semata.
Adapun contoh dalil iktikaf dari Al-Qur’an yaitu pada Surah A-Baqarah ayat 187, yang artinya “Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid.”
Dalil dari hadis Nabi yaitu, ketika Bunda Aisyah menyampaikan bahwa Rasulullah selalu melaksanakan iktikaf di sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadan sampai wafatnya beliau. Kemudian setelah beliau wafat, iktikaf dilanjutkan oleh istri-istri beliau.
Lebih lanjut, Dr. Nur Kholis menuturkan bahwa untuk menyongsong hadirnya malam lailatulkadar itu dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan, disiapkan dari awal Ramadan atau sebelum Ramadan. Beberapa masjid yang juga menggelar iktikaf di wilayah Jogja, antara lain Masjid Jogokariyan, Masjid Gedhe Kauman, Masjid Kampus UGM, Masjid Walidah Dahlan UNISA, dan masjid-masjid lainnya.
Kemudian ia juga menjelaskan terkait waktu pelaksanaan iktikaf yang berbeda-beda, hal ini karena pemahaman yang berbeda-beda. Al-Qur’an pun tidak menyebutkan terkait lamanya durasi iktikaf. Namun, Bunda Aisyah menggambarkan bahwa Rasulullah melibatkan seluruh waktu. Beberapa ulama ada yang berpendapat bahwa waktu iktikaf itu 24 jam, ada juga pendapat dari ulama Hanafi bahwa iktikaf itu bisa dilaksanakan sebentar saja, dan pendapat dari ulama Maliki bahwa durasi minimalnya merupakan satu malam. Jika disimpulkan waktu yang lebih panjanglah yang lebih utama, tetapi boleh juga beriktikaf selama satu jam efektif.
Penjelasan selanjutnya yaitu tentang tempat iktikaf. Ada yang berpendapat bahwa tempat beriktikaf adalah masjid yang biasanya dipakai salat jamaah, dan ada yang berpendapat bahwa yang digunakan adalah masjid untuk salat jumat atau masjid jami’. Jika disimpulkan, iktikaf dapat dilaksanakan di masjid mana saja, asalkan tidak di rumah.
Syarat beriktikaf beberapa di antaranya adalah beragama Islam, balig, dilaksanakan di masjid jami’ atau boleh di masjid biasa, serta niat dari orang yang beriktikaf. Sementara aktivitas yang sangat dianjurkan ketika beriktikaf, yaitu melaksanakan salat sunnah. Seperti salat tahiyyatu al-masjid, salat lail, salat antara azan dan iqamah, salat ba’da wudlu, salat rawatib, salat duha, salat syuruq, dan lain-lain. Kemudian, tak kalah penting adalah memperbanyak membaca Al-Qur’an dan tadarus (mengkaji Al-Qur’an), memperbanyak zikir dan doa, serta membaca buku-buku agama untuk memperluas wawasan agama.
“Dalam beribadah pun kita harus tetap saling menghormati dan toleran. Ketika datang waktu istirahat, hendaknya mengaji dengan suara lirih. Mudah-mudahan dengan adanya iktikaf dapat mempererat tali silaturahmi sesama muslim. Harapannya juga Bapak Ibu sekalian dapat beriktikaf dengan khusyuk. Kami dari UAD hanya bisa memfasilitasi semampunya,” tutup Dr. Nur Kholis. (Lus)