Implementasi Pelaksanaan Restorative Justice dalam Perkara Pidana

Implementasi Pelaksanaan Restorative Justice dalam Perkara Pidana Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Salsya)
Boni Satrio Simarmata, S.H., M.Hum., selaku Pembina di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tentrem, Yogyakarta, hadir menjadi pemateri yang sangat inspiratif dalam acara Pelatihan Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice. Pelatihan tersebut diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada 25 Mei 2025 di Ruang Auditorium Kampus II UAD.
Calon penegak hukum perlu memahami konsep restorative justice yang menawarkan pendekatan alternatif terhadap penanganan kasus tindak pidana dalam bentuk pemulihan dan perdamaian. Boni mengatakan bahwa restorative justice menjadi model baru dalam penyelesaian perkara pidana.
“Restorative justice merupakan model penyelesaian terbaru dalam perkara pidana yang mengutamakan perdamaian. Nilai dari restorative justice lebih dari sekadar sistem hukum karena mengupayakan pemulihan hubungan dan penyelesaian konflik dengan menekankan keadilan yang lebih berimbang melalui musyawarah (mediasi),” ujar Boni.
Mediasi adalah salah satu instrumen utama dalam mengimplementasikan restorative justice. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah yang dibantu oleh mediator yang bersifat netral atau tidak memihak para pihak yang bersengketa dalam memperoleh kesepakatan yang adil.
“Mediator hanya berfungsi sebagai penengah, hanya memberikan saran atas pemecahan masalah sehingga tidak dapat memaksa para pihak yang sedang bersengketa untuk menaati,” tambahnya.
Permasalahan yang diselesaikan dengan metode mediasi dapat menghasilkan kesepakatan yang bersifat sukarela, adil, sekaligus mewujudkan perdamaian. Namun, untuk menentukan keberhasilan mediasi dalam menciptakan kesepakatan dan perdamaian, diperlukan strategi mediator yang efektif.
Strategi untuk menjadi mediator yang efektif di antaranya adalah menyusun kerangka keputusan bersama serta memperoleh kewenangan dan kerja sama. Salah satu implementasinya adalah dengan membuat para pihak yakin dan tidak melihat persoalan dari satu sisi saja. Strategi lainnya adalah mengendalikan emosi, menciptakan suasana bersahabat saat menjalankan proses mediasi, serta mampu memberikan saran-saran yang menguntungkan kedua belah pihak dalam pemecahan masalah.
Mediator yang cakap akan menunjang keberhasilan mediasi dan melahirkan perdamaian yang mengedepankan salah satu pilar hukum di Indonesia, yaitu keadilan. Dengan itu, implementasi restorative justice dapat berjalan secara efisien, yang berfokus pada pemulihan, rekonsiliasi, dan pemenuhan kebutuhan korban.
“Restorative justice diharapkan mampu menciptakan solusi yang lebih adil, mengurangi stigma negatif, meningkatkan kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan, dan mendorong pertanggungjawaban pelaku,” tutup Boni. (Salsya)