UAD Tingkatkan Daya Saing Global Lewat Program Internasionalisasi di Australia

Internasionalisasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Australia (Foto. Ibu Norma)
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) terus memperkuat perannya dalam memajukan internasionalisasi pendidikan tinggi. Melalui program Strengthening Higher Education Systems in Indonesia yang difasilitasi Australia Awards in Indonesia (AAI), Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia UAD, Dr. Norma Sari, S.H., M.Hum., bersama pimpinan perguruan tinggi Indonesia mengikuti kursus singkat di Crawford School of Public Policy, Australian National University (ANU) pada Agustus 2025.
Dengan bimbingan Prof. Hamish Coates dan Prof. Leo Goedegebuure, peserta mempelajari strategi pembangunan daya saing global universitas. “Internasionalisasi bukan sekadar peringkat atau jumlah MoU, melainkan ekosistem yang menopang keberlanjutan universitas,” ujar Norma Sari.
Program ini memperlihatkan bagaimana Australia menjaga mutu melalui Tertiary Education Quality and Standards Agency (TEQSA), memberi perlindungan mahasiswa lewat Student Ombudsman, dan menegaskan jalur vokasi melalui Victorian Skills Authority (VSA). Norma menilai, berbagai praktik baik tersebut sesuai dengan penguatan sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan inovatif dan kolaborasi internasional. Contohnya Adelaide University memiliki lebih dari 7.000 kemitraan global, Deakin University mengembangkan kepemimpinan perempuan sekaligus memperluas pasar ke India, dan Florey Institute hingga RMIT University fokus pada riset yang menjawab kebutuhan masyarakat.
“Pemerintah Australia bukan hanya market fixer, tetapi juga market shaper yang berani mengambil risiko demi melahirkan inovasi,” ungkap Norma.
Ia menegaskan pembelajaran ini sangat penting bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) yang tersebar di 162 kampus dari Aceh hingga Papua. “Riset harus menjadi motor perubahan sosial, bukan sekadar formalitas administratif. Internasionalisasi hanya bisa tumbuh melalui kesadaran kolektif, kemitraan yang adil, dan fokus pada keunggulan institusi,” tegasnya.
Norma juga menyampaikan bahwa tantangan pendidikan tinggi di Indonesia dan Australia relatif serupa, seperti penurunan pendanaan, disrupsi AI, serta masalah kesehatan mental generasi Z. Karena itu, universitas dituntut menjaga integritas akademik, memperkuat literasi digital, dan mempertahankan nilai kemanusiaan di tengah arus digitalisasi.
Puncak program ditutup dengan penerimaan peserta di Government House oleh Gubernur Victoria, Prof. Margaret Gardner, yang menegaskan bahwa internasionalisasi adalah diplomasi pengetahuan dan jembatan kepercayaan antarbangsa. Norma menilai pesan tersebut relevan untuk PTMA dalam membangun narasi internasionalisasi pendidikan tinggi Islam berkemajuan.
“Dengan dukungan pemerintah dan industri, PTMA memiliki potensi besar menjadi pelopor internasionalisasi pendidikan tinggi yang berkelanjutan dan berdampak,” tuturnya.