Haedar Nashir: Muhammadiyah Tidak Akan Lepas dari Teknologi Informasi
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si., meminta setiap anggota Muhammadiyah untuk mempersiapkan diri menghadapi era teknologi digital. Ia membeberkan alasan itu dikarenakan saat ini persaingan sistem sosial terletak pada produk digital yang telah diciptakan.
Hal tersebut disampaikan pada saat ia menyampaikan amanat dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pustaka dan Informasi pada Jumat, 14 Juli 2023 di Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Haedar menambahkan bahwa perjalanan kehidupan sangat dipengaruhi oleh perkembangan sistem informasi dan teknologi. “Realitas kehidupan itu sangat dipengaruhi oleh teknologi IT (information and technology) dengan segala derivasinya. Kemudian sistem sosial kita sudah produk dari itu yang menghasilkan media sosial sebagai realitas baru,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, organisasi Muhammadiyah tidak akan terlepas dari perkembangan teknologi informasi. Sebab, kata Haedar, mengikuti perkembangan itu akan menghasilkan karya yang dapat memajukan kehidupan Muhammadiyah. “Muhammadiyah tidak akan lepas dan harus bisa hidup di era dan zaman ini, dengan melahirkan karya-karya kemajuan yang bisa memengaruhi realitas dan bukan dipengaruhi,” ujarnya.
Adanya perkembangan teknologi informasi, Haedar meminta agar setiap manusia tidak terlena dengan hal tersebut. Sebab, perkembangan sistem informasi yang sudah ada dapat menjadi acuan agar dapat lebih bermanfaat terhadap kehidupan manusia. “Jadi adaptasi melawan media sosial atau revolusi IT itu tidak bisa. Kita harus beradaptasi, tetapi bagaimana adaptasi itu tidak membuat kita sebagai komunitas manusia yang punya kekuatan, tidak larut di dalam sistem itu. Bahkan, bisa mengatasi sistem itu bila perlu memperbarui dan melakukan sistem yang terus adaptif dengan kehidupan kita,” jelasnya.
Haedar juga mengungkapkan terdapat beberapa anggota Muhammadiyah yang sudah melek terkait perkembangan teknologi informasi. Namun, ia menganggap bahwa pola pikir Muhammadiyah masih tertinggal jauh dari zaman saat ini. “Berapa anggota Muhammadiyah, kader, dan pimpinan Muhammadiyah, sudah ada yang melek IT. Jadi zaman kita sudah fi’il mudhari (sekarang) tetapi pola dan alam pikiran kita masih fi’il madhi (lampau),” imbuhnya.
Meskipun demikian Haedar menyebut bahwa dakwah yang dilakukan melalui media sosial lebih ramai daripada tiba di tempat secara langsung. Namun, ia tampak tak mempermasalahkan hal tersebut sebab itu merupakan proses transformasi yang dinamis.
“Jadi, ini problem baru maka jangan heran kalau kemudian mubalig di era YouTube jauh lebih populer ketimbang yang konvensional. Namun, realitas bahwa konvensional juga masih memerlukan di masjid, kehadiran jamaah, imam, dan memerlukan kehadiran khatib, itu adalah adaptasi antara 2 dunia yang memerlukan upaya proses transformasi yang dinamis,” tutup Haedar. (Han)