Ajak Mahasiswa Olah Emosi, UAD Gelar Talkshow The Art of Forgiveness
Talkshow yang diinisiasi oleh Unit Konseling Mahasiswa Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) diselenggarakan pada 26 April 2024. Acara ini disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube BIMAWA UAD dan dimulai pada pukul 13.30 siang. Narasumber talkshow yakni Dr. Khoiruddin Bashori, M.Si., Psikolog. selaku Ketua Senat Fakultas Psikologi UAD dan dipandu oleh Zahrotun Mirna Nisa selaku Konselor Sebaya UAD.
Tema talkshow membahas tentang seni dalam memaafkan yaitu “The Art of Forgiveness: Empowering Your Emotional Wellbeing”. Tujuan dari talkshow yaitu untuk membahas lebih dalam mengenai seni memaafkan secara konsisten. Kemudian, menggunakan kekuatannya untuk memberdayakan kesejahteraan emosional di setiap momentum.
Dr. Khoiruddin mengawali pemaparannya dengan menjelaskan the power of forgiveness. “Memaafkan bukan soal melupakan (forget) tindakan menyakitkan yang dilakukan orang lain, melainkan keputusan sadar untuk melepaskan kemarahan dan kebencian yang kita simpan dalam diri. Dengan memaafkan, kita membebaskan diri dari beban emosi negatif, memungkinkan merasakan kedamaian dan melangkah maju dalam hidup,” tuturnya.
Rasulullah saw. memberikan nasihat kepada sahabat dekatnya, “Wahai ‘Aqabah bin ‘Amir! Sambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, berilah orang yang tidak memberimu, dan maafkanlah orang yang telah berbuat zalim kepadamu.” ‘Aqabah menjawab: “Kemudian Rasulullah saw. berkata kepadaku: “Wahai ‘Aqabah! Kuasailah lidahmu, izinkanlah rumahmu menjadi tempat berlindung, dan menangislah karena kesalahanmu.” (H.R. Ahmad).
Jika dapat memaafkan orang yang pernah menzalimi kita, maka akan tercipta hati yang lapang dan pikiran yang tenang sehingga dapat memikirkan masa depan secara lebih jernih. Sakit hati timbul dari dua hal, yaitu peristiwa negatif dan perasaan negatif. Regulasi diri (emosi) atau manajemen emosi itu tercipta dari cara kita menata perasaan negatif menjadi positif. Tidak ada musibah yang tidak dapat diubah menjadi berkah begitu pula sebaliknya.
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Q.S. Fathir: 32).
Berdasarkan penafsiran (tafsir Al-Qurthuby) ayat tersebut, manusia dibedakan menjadi tiga level. Adz-Dzalim (orang bodoh), yaitu orang yang terlalu banyak mengeluh, banyak komentar, dan banyak marah ketika menghadapi kesulitan. Al-Muqtashid (pembelajar), yaitu orang yang sudah bisa bersabar (menahan diri) ketika menghadapi kesulitan. As-Sabiq (orang pintar), yaitu orang yang sudah bisa menikmati kesulitan.
Orang yang sudah bisa memaafkan, maka dapat merasakan bahagia dan dapat membahagiakan orang lain. Seperti ungkapan Dalai Lama (seorang kepala Tibetan Buddhism), yakni “The purpose of our lives is to be happy”. Salah satu jalan menuju kebahagiaan adalah terbebas dari dendam dan benci. Dalam konsep psikologi, ciri orang bahagia itu adalah merasa puas dengan hidupnya (life satisfaction), dan perasaan positif (positive affect) lebih banyak daripada perasaan negatif (negative affect). Nabi pernah berkata orang yang imannya kuat semua yang dirasakannya adalah kebaikan. Jika ia mendapat hal yang menyenangkan maka ia bersyukur dan jika mendapat kesusahan ia bersabar. Segitiga kebahagiaan meliputi tiga aspek, yaitu ikhlas, syukur, dan sabar. Kesimpulannya kebahagiaan akan selalu hadir jika suka dan duka dinilai sama.
Acara talkshow diakhiri dengan penyampaian kata bijak dari Dr. Khoiruddin, yaitu “Kebahagiaan akan selalu hadir jika suka dan duka dinilai sama.” Dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan materi oleh moderator. (Lus)