Eksistensi Profesi Farmasi di Era Disrupsi
Disrupsi dimaknai sebagai kondisi ketika terjadi suatu perubahan besar yang menyebabkan berubahnya sebagian atau seluruh tatanan dalam kehidupan masyarakat. Era ini dimulai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt yang kemudian menjadi era Revolusi Industri 1.0, yakni saat tenaga manusia digantikan oleh mesin. Perlahan tetapi pasti, perubahan yang terus-menerus terjadi membuat setiap orang khawatir akan kehilangan eksistensi pekerjaannya termasuk apoteker.
Guna menjawab keresahan tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menghadirkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta sekaligus alumnus Farmasi UAD yakni Nasrul Khoiri, S.Far., Apt. sebagai narasumber dalam rangkaian kegiatan Program Pengenalan Kampus (P2K) pada 15 September 2023. Nasrul menyampaikan bahwa puncak dari Revolusi Industri sedang terjadi saat ini yang ditandai dengan adanya Artificial Intelligent (AI), yaitu kecerdasan buatan.
“Terdapat beberapa profesi yang mulai hilang akibat perkembangan teknologi, yakni juru ketik dan penyambung telepon. Sementara profesi yang terancam adalah buruh pabrik, petugas pintu tol, kasir, dan teller bank. Adapun bidang yang masih bertahan di era disrupsi yakni kesehatan, termasuk apoteker/pharmacist. Namun, orientasi pekerjaan yang ada di masa depan akan berfokus pada dunia digital sehingga perlu ada persiapan sejak dini untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa mendatang,” kata Nasrul.
Ia melanjutkan, “Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa profesi apoteker akan terancam di masa depan dan digantikan oleh teknologi. Oleh karena itu, saya mengajak adik-adik semua untuk mulai memikirkan bagaimana tujuan Anda 10 tahun ke depan.”
Sebelum terjun ke dunia pekerjaan, ada 3 hal dasar yang harus dipenuhi oleh mahasiswa, yakni kemampuan akademik, keterampilan (baik soft skill maupun hard skill), serta attitude (etika). “Tidak harus menunggu lulus untuk melakukan 3 hal ini. Ketika sudah siap bekerja, adik-adik akan berperan dalam 3 sektor, yaitu pelayanan publik, privat sektor (swasta), dan pembangunan Lembaga Swadaya Masyarakat atau Non-Government Organization (LSM/NGO) farmasi sebagai bahan perumusan kebijakan kesehatan. Hingga kini, belum ada regulasi yang mampu melindungi tenaga kefarmasian di Indonesia. Kendati demikian, kita tetap mengupayakan terwujudnya regulasi yang ideal agar farmasi tetap eksis di tengah gempuran era disrupsi,” pungkas Nasrul. (ish)