Gaya Kepemimpinan Strategis: Menjadi Teduh di Antara Praktik dan Teoritik
“Kalau kita bicara tentang pemimpin, kira-kira Gen Z ini berpikir apa? Rata-rata mereka menyebutkan perfection atau kesempurnaan. Ketika saya tanya apa maksudnya, mereka terdiam. Sebenarnya apa, sih, kesempurnaan itu? Menurut saya kesempurnaan itu masalah hati, masalah selera. Apa yang sempurna menurut saya, belum tentu sempurna bagi orang lain. Ketika saya baca lembar demi lembar buku ini, saya kemudian memahami bahwa kesempurnaan mempunyai konsekuensi, artinya sulit dipahami dan menimbulkan batasan-batasan tertentu. Namun, di buku ini pula saya menemukan poin-poin menarik tentang bagaimana memanusiakan tim, mereka yang kemudian harus digerakkan lewat hati,” ungkap Nitia Anisa, moderator acara Launching dan Bedah Buku Jenderal TNI Dr. Dudung Abdurachman, S.E., M.M. di Amphitarium Lantai 9 Kampus Utama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Senin, 22 Mei 2023.
Buku berjudul Gaya Kepemimpinan Strategis dan Green Human Resource Management dalam Membangun Teamwork yang diluncurkan dan dibedah ini merupakan produk diseminasi hasil penelitian Dr. Dudung setelah berhasil mempertahankan disertasi untuk meraih gelar doktor pada 11 Juni 2022 lalu. Ia merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) pada tahun 1988 dari Kecabangan Infanteri. Dr. Dudung menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS) Jakarta. Kemudian, memperoleh gelar master di Fakultas Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STEI) Makassar dan gelar doktor di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. Sejak November 2021, ia diamanati sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
Pengalaman sebagai Sumber Inspirasi
Tahun 2020 adalah tahun terjadinya pergerakan dan pergolakan besar-besaran dalam dunia politik. Dengan wacana utama penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, mahasiswa dan kelompok-kelompok masyarakat terjun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi. Dr. Dudung mengingat kembali ke masa-masa itu.
“Saat saya Pangdam Jaya, ada demo besar-besaran oleh mahasiswa tentang Omnibus Law. Saya menghalau massa dari arah Pertamina yang akan menguasai istana. Kami berhasil menghalau massa di Pertamina untuk dipukul mundur menuju ke arah Istiqlal. Kemudian saya kembali, tetapi persis di depan Kantor Mahkamah Konstitusi (MK), ada massa, mahasiswa, dan anarko, kurang lebih 1.500 orang,” terangnya.
Anarko adalah suatu kelompok yang diciptakan oleh “preman-preman” dari berbagai daerah. Ada pihak-pihak yang memobilisasi. Kembali ke masa demonstrasi, KSAD Dudung dan pasukannya membantu Kapolda untuk menghalau massa tersebut. Ia menyampaikan kepada mahasiswa bahwa istana adalah gedung dan lambang negara, kantor pemerintahan yang harus kita amankan.
“Mereka (mahasiswa) paham setelah dijelaskan dengan baik. Namun, kelompok anarko memprovokasi akan tetap menguasai istana. Akhirnya, saya sampaikan, kalau tetap memaksa akan menguasai, kalian akan berhadapan dengan saya.”
Ketika sudah bersiap-siap, lantunan azan terdengar. Kelompok mahasiswa menyarankan untuk salat berjamaah. Bahkan, memintanya untuk menjadi imam. Setelah salat dan berdiskusi, mahasiswa memutuskan kembali dan meminta diamankan oleh pasukan. “Kami pisahkan mahasiswa dengan kelompok anarko.”
Peristiwa tersebut adalah satu dari banyak pengalaman yang menjadi dasar berpikir bahwa pemimpin itu harus bersifat teduh. Pemimpin harus bisa meneduhkan, mengendalikan, dan mewujudkan rasa aman sehingga kehadirannya dinantikan. Gagasan-gagasan inilah yang dituangkan dalam buku KSAD Dr. Dudung Abdurachman.
Antara Praktik dan Teoritik
Dosen Fakultas Hukum UAD Dr. Drs. Immawan Wahyudi, M.H. selaku narasumber bedah buku menyatakan, “Tak banyak tentara yang menulis buku. Namun, Jenderal Dudung dengan fasih bicara soal filosofi teoritik kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan. Sedang Green Human Resource Management di sisi lain menunjukkan praktik kemiliteran.”
Dikutip dari buku ini, Green Human Resource Management (GHRM) merupakan pendekatan inovatif terhadap kinerja dan fungsi sumber daya manusia (SDM) dalam suatu organisasi, di mana konteks lingkungan merupakan dasar dari semua inisiatif yang dilakukan (Abdurachman, 2023: 102).
Senada dengan Wahyudi, Sekretaris Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah Dani Setiawan, M.Si. menilai KSAD berhasil menjadi pemimpin yang membawa keteduhan. Menurutnya, itu adalah bentuk-bentuk persuasi yang dialami oleh komandan di lapangan. Tidak mudah berhadapan dengan psikologi massa ketika aksi, tidak mudah membangun kepercayaan.
“Yang menarik dari buku ini menurut saya, Pak Dudung memiliki ketertarikan di bidang ekonomi. Di sinilah letak dari topik yang ditulis, mengenai strategi kepemimpinan (strategic leadership). KSAD menghadapi lingkungan atau strategi yang terus berubah, bahkan kini lebih banyak menghadapi ancaman yang berdimensi ekonomi yang kuat, daripada perang tradisional (perang senjata). Inilah mengapa saya menempatkan buku ini menjadi relevan terhadap dinamika ekonomi politik,” jelas Dani Setiawan.
Dari teori-teori yang dituangkan dalam buku, penting untuk bisa merumuskan visi dan misi serta bagaimana mengomunikasikan hal tersebut kepada level yang lebih bawah. Hal ini akan melahirkan kesadaran mengenai apa yang diperjuangkan menuju kemaslahatan. “Dan, itu yang dilakukan oleh Pak Dudung sebagai KSAD ketika mengimplementasikan aspek-aspek yang sifatnya teoritis dari strategi kepemimpinan dalam praktik keseharian di dunia kemiliteran.”
KSAD Dudung menambahkan, “Sebetulnya, buku ini pernah saya tulis ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur Akademi Militer tahun 2015, yang memang terinspirasi dari pengalaman di lapangan dan latar belakang saya sebagai tukang koran (loper koran). Selain itu, kedekatan dengan anak buah juga menjadi faktor penting. Ketika seorang pemimpin ingin berhasil, ia harus mempunyai 3 faktor. Pertama, harus mengerti dan menguasai tugas pokok, tujuan serta sasaran yang ingin dicapai. Kedua, harus mengerti dan menguasai segala macam keterbatasan yang ada dalam satuan, termasuk dirinya sendiri. Ketiga, harus mengerti dan menguasai unsur-unsur manusia, sebagai pemimpin, komandan, guru, dan rekan.”
Sang Idola, Jenderal Soedirman
Menanggapi persoalan relevansi ideologi dan nilai-nilai dasar yang ditetapkan pemimpin terdahulu, KSAD Dudung mengungkap peran sang idola, Jenderal Soedirman, selama dirinya menjadi seorang militer.
“Sejak saya menjadi seorang militer, yang menjadi idola adalah Jenderal Soedirman. Anak buah Jenderal Soedirman rela membopong badannya, jadi tidak mungkin Jenderal Soedirman pekerjaannya marah-marah, pelit. Selain itu, untuk membangkitkan semangat juang patriotik prajuritnya, ia menjual gelang dan kalung untuk mendanai prajuritnya, untuk meningkatkan moril anak buahnya,” terang KSAD.
Selain kesederhanaan dan perhatian, siasat untuk strategi mengambil alih kekuasaan dari penjajahan Belanda menjadi momen yang sangat penting baginya. Kendati tidak ada persenjataan yang mutakhir, semangat kebangsaan justru sangat terpantik.
“Itulah yang menjadi inspirasi sekaligus menunjukkan relevansi nilai-nilai hingga saat ini.” (nov)