Konseling Harapan bagi Keluarga dan Remaja

Prof. Dr. Dody Hartanto, M.Pd., Guru Besar dalam bidang Bimbingan dan Konseling Keluarga Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Humas UAD)
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengukuhkan Prof. Dr. Dody Hartanto, M.Pd. sebagai guru besar dalam bidang Bimbingan dan Konseling Keluarga. Pada pidato pengukuhannya, Prof. Dody menyampaikan pidato berjudul “Konseling Harapan: Paradigma Baru Layanan bagi Keluarga dan Remaja dengan Masalah Kesehatan Mental.”
Dalam pemaparannya, Prof. Dody mengajak seluruh hadirin untuk merenungkan pertanyaan mendasar: “Kemanakah kita akan pergi pasca nanti mati?” Ia menekankan bahwa setelah kematian, setiap individu akan dikenang oleh orang-orang terdekatnya, dan kualitas kenangan itu bergantung pada bagaimana seseorang menjalani kehidupannya di dunia.
Prof. Dody menyoroti perubahan signifikan struktur dan fungsi keluarga di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Menurutnya, banyak permasalahan kehidupan berakar dari dinamika keluarga, yang ia sebut sebagai “kotak pandora.” Permasalahan yang sering muncul antara lain komunikasi yang minim, disfungsional keluarga, perubahan nilai-nilai, ketidakhadiran ayah secara psikologis (fatherless), hingga pengalaman buruk di masa kanak-kanak (adverse childhood experience).
“Survei ketahanan keluarga di Indonesia mengungkapkan 68 persen masalah kesehatan mental pada remaja dan dewasa muda berakar dari pengalaman negatif di keluarga. Kondisi ini menandakan bahwa tekanan dalam keluarga dapat memunculkan permasalahan sosial yang serius,” jelas Prof. Dody.
Data dari AINAMS tahun 2022 turut memperkuat pandangannya. Disebutkan bahwa sekitar 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, atau setara dengan satu dari tiga remaja. Sebagian besar kasus tersebut berkaitan dengan relasi keluarga. “Masalah hopelessness, gangguan mood, dan stigma terkait kesehatan mental masih menjadi hambatan signifikan bagi remaja dan keluarga untuk mencari bantuan profesional,” tambahnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Prof. Dody memperkenalkan paradigma baru konseling yang ia sebut sebagai Konseling Harapan. Berbeda dengan pendekatan konvensional yang berfokus pada kekurangan (deficit based), pendekatan ini menekankan pada kekuatan (strength based) serta potensi internal individu dan keluarga.
Dalam model yang dibahas, Prof. Dody menggunakan bunga teratai sebagai metafora. Teratai yang tumbuh dari lumpur namun tetap bersih melambangkan kemampuan keluarga menghadapi tantangan sekaligus mengembangkan potensi terbaiknya melalui konseling harapan. Model ini divisualisasikan dengan kelopak bunga berjumlah delapan, terinspirasi dari bentuk bintang Alhambra, yang merepresentasikan delapan aspek penting dalam konseling harapan.
Prof. Dody juga menegaskan bahwa model konseling ini berlandaskan nilai-nilai spiritual, khususnya Surah An-Nisa ayat 9. Ayat tersebut menekankan pentingnya empati universal dan naluri orang tua dalam melindungi serta mendidik anak-anak. “Membangun harapan bukan hanya tentang optimisme individu, tetapi juga membangun jejaring dukungan sosial dalam keluarga dan masyarakat,” ujarnya. (Lus)