Nilai Pancasila sebagai Landasan Berpikir Kritis Menuju Masyarakat Berkemajuan

Prof. Dr. Sumaryati, M.Hum., dosen PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Festyanove)
Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar webinar nasional bertema “Pancasila sebagai Landasan Berpikir Kritis untuk Kemajuan Bangsa” pada Sabtu, 14 Juni 2025, melalui Zoom Meeting. Webinar ini menghadirkan Prof. Dr. Sumaryati, M.Hum., dosen PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UAD, sebagai narasumber utama dalam sesi pertama. Peserta webinar berasal dari berbagai universitas di Indonesia.
Dalam pemaparannya yang bertema “Nilai-nilai Pancasila sebagai Paradigma Berpikir Kritis Menuju Masyarakat Berkemajuan”, Prof. Sumaryati menekankan bahwa Pancasila harus dimaknai secara praktis, bukan sekadar ideologis atau utopis. Ia mengajak peserta untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar berpikir dan bertindak dalam menghadapi kompleksitas zaman.
“Masyarakat modern menghadapi tantangan globalisasi, perang multidimensi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), hingga revolusi industri 4.0 dan era Society 5.0. Dalam konteks ini, kemampuan berpikir kritis menjadi mutlak,” ujar Prof. Sumaryati. Ia menambahkan bahwa bangsa Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton arus perubahan, melainkan harus terlibat aktif menanggapi dengan nalar yang tajam dan reflektif.
Menurutnya, berpikir kritis yang dilandasi nilai-nilai Pancasila mampu menghindarkan masyarakat dari disinformasi, sesat pikir, dan dominasi kekuatan asing, termasuk potensi munculnya penjajah domestik. “Ketika cara berpikir suatu bangsa berhasil dikuasai, maka akan mudah mengendalikan aspek lainnya,” tegasnya.
Prof. Sumaryati mengutip filosofi cogito ergo sum dari René Descartes, “Saya berpikir, maka saya ada” sebagai landasan pentingnya membangun peradaban melalui kekuatan nalar. Ia mengaitkan konsep berpikir kritis dengan ajaran Islam, merujuk pada QS. Ali ‘Imran: 190 tentang pentingnya menggunakan akal untuk menemukan kebesaran Tuhan.
Ia menguraikan urgensi berpikir kritis, seperti pengambilan keputusan yang lebih baik, kemampuan beradaptasi dengan perubahan, peningkatan kreativitas dan inovasi, kemampuan memecahkan masalah secara sistematis, menghindari disinformasi, berkontribusi dalam perkembangan ilmu, peningkatan kemandirian berpikir, dan menghindarkan sesat pikir.
Prof. Sumaryati menutup sesi pertama dengan menegaskan bahwa sila-sila Pancasila adalah pilar kuat dalam membentuk nalar kritis bangsa. “Pancasila bukan hanya pandangan hidup, tetapi juga fondasi rasional dalam menyikapi realitas dengan cara yang arif dan bertanggung jawab,” tutupnya. (Anove)