PHK di Indonesia dan Penyebabnya

Kuliah Bersama Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto FH UAD)
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pemutus hubungan kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha, PHK menjadi permasalahan yang fundamental bagi Masyarakat Indonesia saat ini.
Atas dasar tersebut, Program Studi (Prodi) Magister Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar acara Kuliah Bersama untuk mengetahui terkait penyebab kenaikan jumlah yang signifikan terhadap pekerja ter-PHK di Indonesia.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional tersebut diadakan pada 5 Mei 2025 di Kampus IV UAD. Hadir sebagai pemateri Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum., Dosen Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatra Utara (USU) dengan materi tentang penyebab PHK di Indonesia.
Dilansir dari data kependudukan, sebanyak 170 juta jenis pekerjaan baru diperkirakan akan muncul, didorong oleh perkembangan teknologi dan kebutuhan baru dalam sektor green energy. Namun di sisi lain, sebanyak 92 juta pekerjaan akan tergantikan, terutama di sektor jenis pekerjaan repetitive akibat otomatisasi dan AI.
“Dengan kodisi seperti itu, perlu digarisbawahi untuk menyiapkan perusahaan dan tenaga kerja yang siap menghadapi era perubahan sehingga harus fokus pada pengembangan keterampilan yang relevan, agar jumlah PHK tidak lagi bertambah,” ujarnya.
Jumlah pekerja yang terkena PHK di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024 mengalami kenaikan yang signifikan. Terdapat 25.114 jumlah pekerja ter-PHK di tahun 2022, kemudian meningkat menjadi 26.400 di tahun 2023, dan di 2024 mencapai sebanyak 77.965 pekerja yang di PHK.
Setelah dianalisis, penyebab PHK di Indonesia saat ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena tekanan ekonomi yang luas dan mempengaruhi keberlangsungan bisnis perusahaan secara keseluruhan. Hal tersebut bisa terjadi karena krisis ekonomi nasional/global, inflasi tinggi yang menurunkan daya beli masyarakat, kenaikan harga bahan baku secara signifikan, melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan suku bunga, dan menurunnya permintaan pasar secara drastis.
Kedua, karena adanya perubahan lanskap atau model bisnis yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia. Kondisi penyebabnya bisa karena digitalisasi proses kerja (kasir digantikan oleh self-service), otomatisasi industri (mesin menggantikan operator manusia), perubahan strategi perusahaan ke arah berbasis teknologi, dan pergeseran ke model gig economy atau kerja fleksibel.
“Dengan banyaknya tipe dan penyebab PHK di Indonesia, dibutuhkan solusi yang sangat memadai agar angka pengangguran dan PHK tidak lagi meningkat sehingga negara mampu mensejahterakan masyarakat dalam aspek apapun,” ungkapnya. (salsya)