Dosen UAD Kembangkan Produk Sehat Berbasis Rumput Laut Merah dengan Pendekatan Design Thinking

Amalya Nurul Khairi, S.T.P., M.Sc., Dosen Teknologi Pangan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Amalya)
Sebuah kolaborasi lintas disiplin dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tengah mengembangkan inovasi diversifikasi produk rumput laut merah berbasis model pembelajaran design thinking. Riset ini berhasil meraih pendanaan dari Hibah Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Gelombang 8 Tahun 2025.
Dalam wawancara bersama Amalya Nurul Khairi, S.T.P., M.Sc., dosen dan peneliti dari bidang Teknologi Pangan yang menjadi salah satu anggota tim, dijelaskan bahwa riset ini melibatkan empat peneliti dari bidang yang berbeda, yaitu: Dr. Ika Maryani, S.Pd., M.Pd. (PGSD), sebagai ketua; serta Amalya Nurul Khairi, S.T.P., M.Sc. (Teknologi Pangan); Mustofa Ahda, S.Si., M.Sc. (Farmasi); dan Prof. Dr. Ir. Handewi Purwati Saliem, M.S. (BRIN).
Fokus utama riset ini adalah diversifikasi produk berbasis rumput laut merah sebagai pangan sehat dan halal. Menurut Amalya, rumput laut merah yang menjadi objek utama berasal dari wilayah pesisir Gunungkidul, daerah yang dikenal kaya hasil laut, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal. “Selama ini, rumput laut hijau sudah umum diolah, sedangkan rumput laut merah belum banyak. Padahal, kandungan gizinya sangat tinggi, mulai dari polisakarida, antosianin, hingga fukoidan. Ini superfood ingredient yang potensial,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar menciptakan produk pangan baru, penelitian ini juga diarahkan untuk memperkenalkan rumput laut merah kepada siswa-siswi SMK Tata Boga di sekitar wilayah tersebut. Program ini tidak hanya mengembangkan diversifikasi produk, tetapi juga membangun kesadaran dan keterampilan generasi muda dalam mengolah bahan lokal bernilai tinggi. “Kami ingin mereka tahu bahwa bahan pangan sehat bisa berasal dari laut, bukan hanya dari daratan. Bahkan, rumput laut merah bisa menjadi alternatif bahan halal pengganti gelatin hewani,” tambah Amalya.
Dalam proses pengembangan produk, pendekatan design thinking digunakan sebagai landasan utama. Pendekatan ini mendorong keterlibatan aktif siswa, guru, dan peneliti dalam menciptakan solusi kreatif berbasis potensi lokal. Anak-anak tidak hanya dikenalkan pada produk yang sudah jadi, tetapi juga diajak untuk bersikap eksploratif, mulai dari pengenalan bahan baku, proses produksi, hingga pembuatan produk pangan seperti tepung rumput laut merah yang bisa dijadikan bahan dasar roti, mi, hingga sosis. “Fokus tahun pertama memang masih pada optimalisasi pembuatan tepungnya dulu. Baru setelah itu, kami kembangkan model pembelajarannya dalam berbagai bentuk, bisa berupa video, poster, hingga sarana bermain edukatif,” jelasnya.
Di balik semua itu, Amalya dan tim berharap program ini tidak berhenti setelah pendanaan selesai. “Gunungkidul punya kekayaan luar biasa, dari laut hingga umbi-umbian. Kami ingin terus berkolaborasi, memperkenalkan inovasi ke SMK, dan ke depan, semoga bisa sampai tahap hilirisasi menjadi produk komersial,” tutupnya. (Adi)