Pentingnya Kecerdasan Spiritual bagi Mahasiswa
“Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, secara otomatis nilai kebermanfaatan hidupnya juga meningkat, hal ini dipengaruhi faktor lingkungan keagamaan. Menurut penelitian, lingkup keluarga dan masyarakat membawa pengaruh besar terhadap kebermanfaatan hidup karena persentase spiritual yang tinggi. Lain dengan lingkup universitas yang rendah religiusitas, bahkan dianggap formalitas belaka karena terpupuk dengan ilmu-ilmu umum.”
Begitulah yang diucapkan oleh Drs. Mujahidin, M.Si., Ph.D. saat mengisi acara dengan tema kecerdasan spiritual, emosional, optimisme, hope, syukur, kebermaknaan, dan kebermanfaatan hidup. Ia bersama Sri Kushartati, S.Psi., M.A. menjadi narasumber dalam Festival Penelitian Payung Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang digelar pada Rabu, 16 Februari 2022. Festival dilakukan secara daring melalui platform Zoom Meeting dan kanal YouTube F Psikologi UAD.
Lebih lanjut Mujahidin memaparkan bahwa hubungan kecerdasan spiritual dengan harapan, sikap optimisme, dan kebermaknaan hidup sangat erat. Puncak dari semua aspek tersebut ada pada titik syukur. Selain itu, dalam bidang sosial kecerdasan spiritual mampu membuat orang nyaman berinteraksi dalam masyarakat sehingga terbentuk insan pemaaf yang memahami segala bentuk tindakan orang lain terhadap dirinya.
Sri Kushartati sebagai pemateri kedua membahas tentang kondisi psikologis narapidana dan kekerasan pada anak. Ia menjelaskan bahwa penelitian dalam bidang ini sangat menarik untuk dikaji, tetapi variabel tidak dispesifikan karena belum ada intervensi khusus terhadap masalah psikologi.
“Penelitian saya terkait narapidana menunjukkan bahwa intervensi psikologi pada narapidana masih jauh dari harapan. Faktanya, narapidana mengalami permasalahan baik selama di LP maupun setelah keluar dari LP. Kondisi psikologis ini meliputi kecemasan, stres, perasaan lost of liberty, perasaan kesepian, konsep diri, efikasi diri, dan orientasi masa depan,” ucapnya.
Setelah penjelasan itu, salah satu mahasiswa Psikologi 2019 bernama Milyarto mengajukan pertanyaan tentang prosedur ketika melakukan penelitian terkait hukum.
“Dalam melakukan penelitian, surat izin kampus diperlukan untuk mempermudah akses penelitian. Namun, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenhumkam) yang akan membantu menentukan subjek sesuai kriteria yang kita ajukan. Prosedur ketika memasuki LP tidak diizinkan membawa smartphone, hanya alat perekam (recording) karena asumsi pengambilan gambar dan menjaga kenyamanan subjek yang diteliti,” jawab pemateri yang akrab disapa Tati itu.
Sementara terkait kekerasan pada anak, hasil penelitian menunjukkan bahwa anak menerima kekerasan dalam bentuk fisik, verbal, emosional, dan bahkan seksual. Pada masa pandemi sekarang ini, terjadi peningkatan kekerasan anak. Faktor orang tua, status keluarga, norma budaya dan komunitas, serta program pencegahan perlakuan salah pada anak menjadi terhambat.
“Dari penelitian-penelitian terdahulu ditemukan bahwa pelaku kekerasan yang paling besar adalah ibu, karena yang paling banyak berinterksi dengan anak adalah ibu. Memukul, membentak, bahkan menelantarkan anak merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang ditemukan dalam keseharian,” jelas Tati.
Festival Penelitian Payung masih akan terus berlanjut hingga hari kelima. Pastinya, tema dan narasumber yang akan mengisi rangkaian acara ini pun akan makin menarik untuk disimak. Harapannya, dengan digelarnya Festival Penelitian Payung, mahasiswa bisa lebih siap mengambil kelas TPS dengan topik yang diminati. Dari pemaparan masing-masing dosen, pastinya gambaran tersebut menambah kesiapan mahasiswa terjun dalam penelitian. (ela)